Jurnal 8| TAKALAR, Rencana proyek pembangunan Bendungan Pamukkulu kembali mengalami hambatan, karena warga Takalar yang tanahnya terkena pembebasan lahan melakukan protes dan tidak menerima harga ganti rugi yang ditawarkan pemerintah pusat.
Protes tersebut disampaikan kepada Ketua DPRD Takalar H Jabir Bonto dan sejumlah Anggota DPRD Takalar, di Ruang Bamus DPRD Takalar, Rabu, 06 Juni 2018. Mereka secara tegas menyatakan menolak keras menyetujui harga yang ditaksir oleh Tim Appraisal, karena dinilai terlalu rendah dan jauh dari harapan mereka.
Salah seorang perwakilan warga, Arsyad, meminta agar pihak DPRD Takalar menghadirkan unsure Pemkab Takalar dan Badan Pertanahan Nasiona (BPN) Takalar untuk memperjelas siapa-siapa saja anggota Tim Appraisal yang menilai harga pembebasan lahan tanah.
“Kami tidak mau terjebak dengan membaca aturan yang tidak jelas. Siapa yang kami akan gugat? Tanah kami akan diambil, lalu kalau kami tidak setuju dengan harga yang ditawarkan, kami disuruh menggugat ke pengadilan, aturan apa ini?” tegas Arsyad.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, amplop yang berisi harga pembebasan lahan tanah untuk pembangunan Bendungan Pamukkulu diserahkan kepada 73 warga yang memiliki sebanyak 93 bidang tanah, di Aula Kantor Camat Polongbangkeng Utara (Polut) Takalar, Kamis, 31 Mei 2018.
Pertemuan dihadiri Kepala BPN Takalar, Nurlaila Hidayanti, Wakil Bupati Takalar H Achmad Daeng Se’re, serta sejumlah pejabat terkait.
“Total lahan yang masuk dalam kawasan pembangunan bendungan sebanyak 200 hektar. Sebanyak 100 hektar di antaranya masuk dalam kawasan hutan lindung milik Kementarian Kehutanan, sedangkan 100 hektar lainnya merupakan lahan pertanian milik warga,” jelas Nurlelah
Amplop dan pertemuan itulah yang diprotes oleh warga, karena mereka hanya diberikan penjelasan sepihak, kemudian dibagikan amplop yang berisi harga pembebasan tanah, dan kemudian pertemuan dinyatakan selesai.
Pada pertemuan ketika itu disampaikan bahwa apabila harga yang bervariasi yang tertera di dalam amlop tersebut tidak diterima, maka warga disarankan mengajukan gugatan ke pengadilan dalam tenggat waktu 14 hari terhitung sejak tanggal pertemuan tersebut.
Dijanji Harga Memuaskan
Salah seorang pemilik lahan, H Jamaludin Alle, kepada Ketua DPRD Takalar mengungkapkan bahwa sejak dua tahun lalu masalah pembebasan lahan sudah disampaikan oleh pemerintah kepada warga dan dijanjikan akan diberi harga ganti rugi yang memuaskan.
“Kami warga pemilik lahan, dijanjikan akan harga pembebasan tanah dengan harga memuaskan dan tidak akan dirugikan. Beberapa kali kami diundang pertemuan oleh pihak-pihak yang terkait dengan proyek tersebut dan yang paling sering kami tanyakan adalah masalah harga pembebasan tanah, seberapa nilai harga yang akan yang akan dikenakan untuk tanah kami, tetapi sampai sekarang belum pernah ada penjelasan dari pihak manapun,” tutur Jamaluddin Alle.
Ia mengaku pihak proyek menjanjikan ganti untung dan bukan ganti rugi, tetapi kenyataannya saat mereka diundang pertemuan beberapa waktu lalu, mereka ternyata hanya dibagikan amplop yang berisi harga tanah bagi setiap pemilik lahan dengan harga yang bervariasi, bahkan ada tanah yang hanya dihargai Rp 4.000 per meter.
“Ini merupakan bentuk pemaksaan, perampasan hak milik kami, dan menjebak kami kalau tidak setuju kami disuruh menuntut kepengadilan. Olehnya itu kami berharap kepada Anggota Dewan sebagai wakil kami, untuk mempertemukan kami dengan pihak-pihak terkait untuk membicarakan hal ini. Kami tidak akan mau memberikan tanah kami kalau kami dirugikan,” tandas Jamaluddin Alle.
DPRD Takalar Tidak Dilibatkan
Ketua DPRD Takalar, H Jabir Bonto, yang menerima langsung aspirasi warga mengatakan dalam persoalan rencana pembangunan Bendungan Pamukkulu, pihaknya tidak pernah dilibatkan.
“Kami tidak pernah dilibatkan dalam rapat-rapat menyangkut soal rencana pembangunan Bendungan Pamukkulu, nanti bermasalah baru datang disini, tapi kami disini selalu siap untuk mengikuti perkembangan masalah ini,” ungkap Jabir Bonto.
Ia berharap kepada warga pemilik lahan, agar penetapan harga melalui Tim Appraisal dibawa ke pengadilan untuk dibatalkan sebelum jatuh masa tenggat waktu 14 hari sesuai tahapan aturan yang telah ditentukan.
PPK Satker Bendung Balai Pompengan Sulsel, Arfandi pada saat ingin di konfirmasi, namun sangat disayangkan Arfandi lagi tidak berada di kantor
Hingga berita ini ditayangkan belum ada kepastian nilai ganti rugi lahan warga akan dibayarkan ke pemilik lahan.