Jakarta 10 Agustus 2018 | Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat 3 U UD 1945 yang berarti dalam melakukan segala tindakan harus berdasarkan aturan hukum. Disamping itu hukum merupakan alat control perilaku manusia untuk bagaimana bersikap sehingga tidak merugikan atau mengurangi hak orang lain, sebab setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap orang terhadap orang lain akan memiliki konsekuensi.
Oleh karena itu, apabila tindakan yang dilakukan seseorang telah menimbulkan kerugian, maka tindakan yang merugikan tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata melalui jalur hukum dengan kata lain hukum adalah sarana keadilan.
Bahwa berangkat pada hal diatas, maka tindakan Nur Alam yang mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Dr. Ir. Basuki Wasis, M.si sebagaimana tercatat dengan Perkara Nomor. 47/Pdt.G/2018/PN. Cbi. merupakan sesuatu hal yang sangat wajar dan sah. Sebab hal itu terakomodasi dalam etalase sistem hukum yang kita anut.
Adapun latar belakang diajukannya gugatan ini yaitu Dr. Ir. Basuki Wasis, M.si adalah Saksi ahli yang dihadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”) dalam kasus mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Dr. H. Nur Alam, SE, dinilai telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena menggunakan dasar hukum yang salah dalam laporan yang telah dibuatnya, Nur Alam merasa dirugikan. Atas pertimbangan itulah kemudian Nur alam mengajukan Gugatan Perdata terhadap Basuki Wasis, melalui Pengadilan Negeri Cibinong, dengan Nomor Perkara Perdata No. 47/Pdt.G/2018/PN. Cbi.
Menurut Rival Anggriawan Mainur S.H.,M.H selaku Kuasa Hukum Dr. H. Nur Alam, SE. Basuki Wasis telah membuat laporan yang tidak benar. Pertama, dalam laporan tersebut Basuki Wasis mengakui telah menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor: 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomasa sebagai metode dan analisa kerusakan tanah sebagai akibat dari kegiatan pertambangan nikel.
Kedua, Basuki Wasis menggunakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep-43/MENLH/10/1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan sebagai metode dan analisa untuk kegiatan pertambangan nikel. Sementara berdasarkan PP No. 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian, nikel digolongkan sebagai bahan galian yang strategis dan termasuk dalam Bahan Galian Golongan A.
Pelanggaran lainnya adalah melakukan penentuan kerusakan lingkungan ketika pada masa tambang, sehingga bertentangan sendiri dengan dasar hukum yang dipergunakannya, yaitu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep-43/MENLH/10/1996 yang mengatur bahwa penentuan perbedaan relief, kemiringan dasar galian dan seterusnya hanya dapat ditentukan pada akhir masa penambangan.
“Ketika mengakhiri keterangannya di muka persidangan perkara tipikor atas nama terdakwa Dr. H. Nur Alam, SE, tergugat Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si. telah mengakui secara tegas bahwa penentuan dan perhitungan kerusakan lingkungan akibat penambangan seharusnya dilakukan pada akhir masa tambang,”
Kuasa Hukum juga berpendapat bahwa dalam perkara ini, tidak terdapat dasar hukum untuk menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”), karena berdasarkan pasal 38 UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK jo pasal 5 ayat (1) KUHAP jo pasal 7 ayat (1) huruf h, KPK diberi wewenang untuk meminta Keterangan Ahli.
Yang menjadi persoaalan dalam perkara ini, adalah terletak pada Tergugat Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si yang membuat Laporan Perhitungan Kerugian Akibat Kerusakan Tanah dan Lingkungan, yang isinya mengandung ketidakbenaran, disisi lain karena sudah terlanjur meminta Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si. sebagai ahli maka KPK tidak bisa menolak dan harus menerima isi Laporan tersebut sebagai suatu kebenaran
Bagi Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si. gugatan yang diajukan oleh Dr Nur Alam bukan untuk yang pertama kali dialami.
Sebelumnya Basuki Wasis juga sudah pernah digugat di Pengadilan Negeri Cibinong dengan perkara No. 215/Pdt.G/2017/PN.Cbi. terkait dengan posisinya sebagai saksi ahli dalam kasus lingkungan di Pengadilan Negeri Rokan Hilir, Riau. Gugatan perkara tersebut berakhir dengan putusan perdamaian, dimana Basuki Wasis kemudian mencabut sejumlah keterangan yang diberikannya di muka persidangan.
Perlu kami tegaskan gugatan perdata yang diajukan ini tidak dimaksudkan sebagai upaya untuk mengkriminalisasi tindakan Basuki Wasis, melainkan untuk mendapatkan keadilan berdasarkan aturan hukum yang berlaku. (*)