Berita Terbaru jurnal8.com | Dunia Politik Hingga Hiburan‎

Malaysia Cabut UU Anti Hoax, Bagaimana Dengan Indonesia? 

Jurnal8.com|KUALA LUMPUR — Hari Kamis lalu Pegiat yang menyebarkan tulisan penulis memberi pendapat dalam melayani kebutuhan informasi ke publik mengapresiasi Parlemen Malaysia yang membatalkan undang-undang kontroversial, yang bisa dipakai untuk memenjarakan orang yang dinyatakan oleh pihak berwenang menyebarkan berita palsu (fake news).

Pasalnya dalam Undang-undang tersebut bisa membuat orang (penulis dalam menyampaikan pendapat ) dipenjara hingga enam tahun.

Hari sejarah itu , dimana para anggota parlemen hari Kamis (16/08/2018) memutuskan, mencabut undang-undang ini setelah menggelar pembahasan selama tiga jam.

Seperti yang dirilis kantor berita AFP, Charles Santiago, anggota parlemen dari koalisi Pakatan mengatakan .” Keputusan membatalkan UU berita palsu adalah bagian dari upaya untuk menghapus semua UU yang melanggar hak asasi manusia atau yang membatasi kebebasan berpendapat “.

Keputusan ini disambut positif dalam kebebasan berpendapat, oleh Teddy Baguilat, anggota kaukus parlemen Asia Tenggara tentang HAM dan memuji langkah ini.

” Undang-undang tersebut jelas dibuat untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan untuk mencegah warga mencermati urusan publik … Mestinya sejak awal undang-undang ini tak boleh ada,” katanya tegas.

Seperti diketahui Undang-undang ini diajukan oleh pemerintah terdahulu pimpinan Perdana Menteri Najib Razak dan disahkan April lalu, namun dikecam oleh banyak pihak.

Mereka menggambarkannya sebagai upaya untuk membungkam kritik (kebebasan berpendapat) yang mempersoalkan dugaan korupsi di pemerintah Najib Razak saat itu hingga mereka bisa dikenai denda US$ 120.000

Peraturan itu disahkan ketika pemerintah terbelit kasus dugaan korupsi di lembaga investasi negara, 1MDB.

Akhirnya UU itu ikut menjadi isu panas dalam pemilu pada Mei yang berujung dengan kekalahan koalisi pemerintahan Najib Razak.

Selama kampanye, aliansi reformasi di bawah kepemimpinan Mahathir Mohamad berjanji untuk membatalkan UU ini.

Dalam undang-undang ini disebutkan, mereka yang dinyatakan oleh pihak berwenang menyebarkan berita palsu (fake news) didenda US$ 120.000 atau sekitar Rp 1,7 miliar selain hukuman badan.

Beberapa hari menjelang pencoblosan, Mahathir yang ketika itu sebagai pemimpin oposisi- sempat diselidiki oleh aparat dengan tuduhan menyebarkan berita palsu.

Beberapa pihak berpendapat langkah Najib, dan beberapa negara Asia lain, mengesahkan undang-undang ‘tak lepas dari berbagai pernyataan dari Presiden Trump soal berita bohong’.

Namun para pegiat memperingatkan, legislasi seperti ini bisa dipakai untuk membungkam lawan-lawan dengan pemerintah, sehingga Parlemen Malaysia mencabut Undang-undang Anti-hoax yang Kontroversial.

Lantas pegiat di Indonesia juga mengharap agar Parlemen di DPR-RI juga memikirkan kondisi kebebasan berpendapat kaitannya dengan HAM yang banyak menimpa pekerja pers dan penulis yang berpegang dalam UU 40/1999 tentang pers dijerat dan malah di kebiri ke UU ITE. (*)

Foto: Nasri Aboe

Penulis : Nasri Aboe ,Anggota Asean Community.