Jurnal8.com| Dua bulan terakhir bangsa Indonesia diguncang Tsunami politik paling mengerikan akibat terbongkarnya “drama hoax” aktris utama Ratna Sarumpaet dengan berbagai modus operandi diduga keras melibatkan para tokoh politik kawakan di dalam negeri bahkan konsultan hoax internasional sebagaimana dilansir berbagai media di negeri ini.
Dalam dunia akting, sekaliber apapun kehebatannya, aktor/aktris tidak terlepas dari penulis naskah atau penulis sekenario (aktor intelektual -red) sehingga penyelidikan, penyidikan Kepolisian RI dalam kasus ini tidak boleh sekali-sekali berhenti pada aktris utama hoax atau kebohongan yang melanda negeri ini.
Kasus hoax atau kebohongan yang sedang diusut pihak Kepolisian RI harus tuntas hingga akar-akarnya, termasuk mendalami seluruh saksi-saksi terlapor yang ikut melakukan konferensi pers dan menyebarkan hoax tersebut di berbagai media mainstream maupun media sosial membuat gaduh di saat mengalami musibah bencana gempa bumi dan tsunami di Palu, Sigi, Donggala, Sulawesi Tengah menelan korban meninggal ribuan, ratusan hilang, ribuan luka-luka, puluhan ribu mengungsi. Membuat kegaduhan politik di saat bangsa dilanda musibah bencana adalah sebuah tindakan tak terpuji tak berperikemanusiaan.
Munculnya berbagai asumsi dan postulat keliru besar dan sesat pikir meminta penghentian kasus karena dianggap kasus remeh-temeh tak perlu dihiraukan aparat penegak hukum (Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI) karena hal itu sangat tak masuk akal. Bahkan ada pula statemen mengatakan pemanggilan saksi “Amien Rais” akan memicu kegaduhan politik di republik ini adalah sebuah opini sesat serta move politik ingin mempengaruhi proses hukum sedang berjalan.
Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI selaku garda terdepan penegakan hukum terwujudnya equality before the law, tanpa kecuali sesuai amanat konstitusi tidak boleh terkecoh dan terseret asumsi-asumsi dangkal tak berdasar yang ingin menggeser substansi ancaman laten kebohongan atau hoax merusak survival NKRI.
Sejarah Alkitab telah mencatat, kejatuhan manusia kedalam dosa dan maut serta pemberontakan manusia terhadap Sang Pencipta adalah akibat kebohongan atau hoax yang dibangun iblis besar, setan jahanam akibat birahi haus kuasa. Harmoni hubungan manusia dengan Sang Pencipta terputus akibat kebohongan atau hoax mengerikan.
Iblis besar, setan jahanam (konsultan hoax-red) dengan kelicikannya telah melakukan pemutarbalikan fakta, penjungkirbalikan logika, penyesatan opini sistematis, masif, terstruktur merusak dan menghancurkan alam semesta, dan manusia karya cipta Ilahi jatuh kedalam kubangan dosa dan maut paling mematikan. Karena itu, asumsi segelintir orang menganggap kebohongan atau hoax yang terjadi di NKRI persoalan kecil sungguh keliru besar dan sesat pikir.
Sungguh sangat disesalkan terjadinya kebohongan atau hoax memalukan di negeri ini, karena kebohongan atau hoax telah menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) ditengah masyarakat, bangsa dan negara saat ini.
Kebohongan atau hoax dilakukan sistematis, masif dan terstruktur melalui perselingkuhan politik, persekongkolan jahat, persubahatan laknat melibatkan berbagai pihak, baik domestik maupun internasional tidak boleh dibiarkan walau dengan alasan apapun. Akibat kebohongan atau hoax telah memicu saling curiga, saling tak percaya sesama anak bangsa berakibat fatal terhadap degradasi karakter mental akut serta ancaman laten survival NKRI ke depan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila, UUD RI 1945, menjunjung Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah bangsa dan negara yang lahir, berdiri kuat dan kokoh melalui saling percaya para pendiri bangsa (founding fathers) dari seluruh bumi Nusantara beragam dan majemuk. Perbedaan, keragaman, kemajemukan atau kebhinnekaan dirajut dan dibingkai atas saling percaya untuk membangsa dan menegara.
Persaudaraan diatas kebhinnekaan Nusantara atas saling yakin dan percaya perlu disadari paripurna modal paling besar dan dahsyat wajib hukumnya dijaga, dipelihara, dilestarikan sepanjang negeri masih eksis.
Karena itu, penyebar ujaran kebencian, kebohongan atau hoax, hujat, hasut, fitnah, adudomba, agitasi, provokasi, permusuhan, konflik horizontal atas alasan apapun sesungguhnya adalah pengkhianatan terhadap bangsa yang mengingkari amanat para pendiri bangsa (founding fathers) mengedepankan kebenaran, kejujuran, keadilan sejati sesuai perintah Sang Ilahi.
Sungguh memprihatinkan dan menyedihkan berbagai kebohongan sejarah yang terjadi selama ini, dan hingga kini berbagai hoax sejarah itu telah menjadikan negeri bagaikan “samudera fitnah” tak bertepi dan tak berujung. Hoax-hoax sejarah sadar atau tidak telah merusak karakter mental bangsa saling curiga, saling tak percaya satu sama lain, termasuk terhadap institusi negara resmi dan sah sesuai konstitusi. Situasi kondisi itu menjadi beban sejarah paling berat dan rumit menelan energi besar terbuang sia-sia dalam berbangsa dan bernegara.
Bung Karno mengatakan, “Hanya keledai mau terperosok dua kali kedalam satu lobang yang sama”. Sehingga hoax atau kebohongan seharusnya tidak boleh terulang kembali walau alasan apapun, termasuk kontestasi politik suksesi kepemimpinan nasional (presiden-red).
Harus disadari paripurna seluruh anak bangsa faktor utama dan pertama kehancuran suatu bangsa dan negara adalah hoax atau kebohongan. Bukan faktor ekonomi, pertahanan dan keamanan, dan lain-lain. Meminjam pendapat Stephen P Robbins (2008) “Kepemimpinan adalah kepercayaan (trust). Sebab mustahil memimpin yang tak percaya pada Anda”. Bila kepercayaan (trust) tak ditemukan lagi di dalam suatu bangsa atau negara maka tinggal menunggu waktu tubuh dan runtuh.
Oleh sebab itu, terkutuk lah agen hoax atau kebohongan dan siapa pun pelaku kebohongan dan sindikatnya harus dibumihanguskan dari atas dunia. Karena mereka kaki tangan iblis dan setan merusak dan menghancurkan alam semesta. Sebagai bangsa beradat, berbudaya, beradab, beragama, dan ber-Tuhan, bangsa Indonesia mengutuk keras kebohongan atau hoax hingga kapan pun.
Oleh: Thomson Hutasoit.