Legenda Duka Negeri Sanggara

Bima | Legenda kematian Dae La Minga berawal dari peristiwa yang terjadi di kerajaan sanggar. Pada waktu itu para lelaki mulai dari kalangan bangsawan sampai rakyat rela bertikai hingga menumpahkan darah hanya karena ingin mempersunting Dae La Minga

Kian hari pembunuhan dan kematian tak terelakan, bumi moti la halo penuh dengan simbah darah dan duka lara nestapa atas pertikaian tersebut

Dae La Minga merupakan putri  yang begitu cantik jelita dari kerajaan Sanggar di Desa Kore Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima NTB, Masyarakat menilai kecantikanya dan mengatakan bune saninu (seperti kaca). Kemolekan parasnya terngiang sampai ke pelosok negeri

Desas desus akan pertikain dikarenakan paras ayu Dae La Minga pun tersebar sampai ke Negeri Eropa. Banyak para pangeran dari sana yang datang untuk menunjukkan kehebatanya guna untuk mempersunting Dae La Minga.

Kedatang para pangeran kasatrian dari berbagai kerajaan yang mempertunjukkan kehebatannya tidak mampu merubah pendirian Dae La Minga, melainkan keputusan itu hanya bisa mecucurkan darah di atas bumi sejuta misteri.

Kian hari kematian kian bertambah yang membuat Dae La Minga merenung diri. Rasa penyesalan dan tak terima akan kecantikannya mulai muncul pada dirinya. Hidup mulai tak tenang karena dihantui oleh kematian disebabkan olehnya. Gundah gulana becampur kesedihan terlihat pada raut mukanya yang merah mempesona.

Hari demi hari tanah sanggara di diliputi kesedihan dan duka. Ratapan dan tangisan seorang ibu  bak guntur membelah langit diatas bumi Tambora terdengar di setiap sudut sudut rumah duka. Kehidupan masyarakat yang aman dan damai kini telah berubah menjadi negeri duka, ya, duka karena kemolekan paras seorang putri yang dilahirkan di atas bumi Sanggara

Tibalah dia  pada sebuah keputusan dari perenungan panjangnya atas duka yang selalu melilit kehidupannya. Dae La Minga memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman menuju sebuah tempat, dimana tempat tersebut tidaklah terlalu jauh dari kerajaan sanggar. Keputusan itu diambil untuk mengakhiri duka negeri sanggara

Sebelum keberangkatanya, dae La Minga meninggalkan pesan yang membuat haru masyarakat setempat. Dalam pesannya bahwa dia rela meninggalkan dunia ini demi terwujudnya perdamaian.

“Nahu ku Laora aka dunia makalai, lao paki weki di ru’u ba mori ra woko ana tato’i dou Kore. tohopa ra ndai kese, sura ndi mori kai ana ta to’i ta kaso”. pesan Dae La Minga pada masyarakat

Keputusan yang diambil olehnya hanya bisa dikenang lewat air mata oleh masyarakat yang ada. Dia merubah darah menjadi air mata dan dia rela memisahkan jiwa dari raganya hanya untuk perdamaian

Dae La Minga menyadari bahwa kecantikannya bukanlah hal yang dibanggakan, melainkan baginya adalah petaka bagi masyarakat. oleh sebab itu, sembari melangkah kaki dan menoleh kebelakang menyampaikan sumpah terakhir untuk generasinya

“taho taho pu ambi kone na da ntika, wati ipi ntika pala na ambi-ambi mena”. Sumpahnya

Langkah kaki dae La Minga terasa berat melepaskan rindu pada masyarakat, hati terasa ingin menolak, namun apalah daya kiranya terjadi melainkan keputusan harus bulat menuju moti la halo (nama teluk di Desa Kore) sebagai tempat kediaman terakhirnya.

Penulis :  Jiad & Arif
Editor : Shauky

Arif Suryansah adalah putra asli Desa Kore Kecamatan Sanggara Kabupaten Bima NTB, Arif adalah salah satu mahasiswa yang kuliah di Makassar

Leave a Reply