Jurnal8.com|Sejarah pembangunan Bendungan ini berawal pada tahun 1974 dimana waktu itu Sungai Jeneberang meluap dan menggenangi kota Makassar dan Kabupaten Gowa sedikitnya 3/4 Kota Makassar tenggelam oleh luapan Sungai Jeneberang.
Mulailah pada saat tahun 1980 dilakukan studi secara intensif kemungkinan kita akan membangun sebuah bendungan untuk mengatasi banjir kota waktu itu yang setiap tahun terjadi.
Sampai pada tahun 1990 detail desain pembangunan bendungan tersebut telah siap, sehingga mulailah dilakukan pembebasan lahan untuk kepentingan pembangunan tersebut yang luasnya lebih kurang 40,428 ha.
Pekerjaan konstsruksi dimulai pada tahun 1992. Jadi tujuan utama pembangunan bendungan ini adalah untuk pengendalian banjir Kota Makassar dan Gowa, dengan fungsi ikutan seperti air baku kota, listik, irigai, perikanan dan pariwisata.
Bendungan ini memiliki tampungan total sebanyak 375 juta m3, tanpungan efektif 345 juta m3, tampungan sedimen 29 juta m3, kapasitas pengendalian banjir 41 juta m3, kapasitas untuk irigasi 270 juta m3, kapasitas untuk air perkotaan 35 juta m3, dan kapasitas untuk listrik 20 Mega Watt.
Bendungan ini didesain dengan panjang Bendungan utama 750 m dengan tinggi 73 m, bendungan sayap kanan 412 m dengan tinggi 52 m, bendunqgan sayap kiri 646 m dengan tinggi 42 m.
Debit rencana pelimpah 2.200 m3, dan debit rencana untuk intake 45 m3. Elevasi puncak 106 m, elevasi muka air normal 99,5 m, elevai mercu pelimpah 91,5 m dan elevai dasar waduk 48 m.
Meskipun demikian tidak jarang bendungan yang dibangun dengan fungsi Utama pengendalian banjir, justru menjadi momok yang menakutkan masyarakat saat Musim hujan tiba. Pada hal mestinya dengan adanya bendungan ini masyarakat bisa lebih tenang disaat Musim hujan tiba.
Kejadian seperti situ gintung mungkin menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian warga masyarakat. Pada hal secara struktur bendungan bili bili sangat berbeda dengan situ gintung.
Meskipun cerita mengenai keruntuhan dam (dam break) bukan tidak pernah terjadi, sehingga semua bendungan khususnya yang ada di Indonesia tidak terkecuali dam bili bili mempunya study dam break, keruntuhan bendungan secara umum dipengaruhi Oleh 3 faktor pettama collapse by Earthquake (gempa bumi), kedua seepage/leakage (disebakan Oleh adanya kebocoran/retakan) Dan ketiga overtopping.
Bendungan ini didesain dengan type Rockfill dam dengan inti di tengah (center core Rockfill dam) , dam bili bili didesain dengan menggunakan design seismic coefficient di Jepang 0,12 (medium earthquake region) yang dikenal sangat rawan gempa, meskipun Sulawesi Selatan pada umumnya relatif sangat aman dari gempa.
Bendungan ini didesain dengan inflow discharge 3,100 m3/detik, setara dengan kala ulang 1000 tahun. Pada elevasi 103 design flood water level.
Dengan menggunakan Sistem Digital bendungan ini dioperasikan selama 24 jam secara ketat terutama di Musim hujan dengan memperhatikan inflow (air yang masuk) dengan ketinggian muka air di reservoir dengan bukaan pintu pada saat air harus di keluarkan melalui pintu. Pada kondisi normal dimana apabila muka air waduk mencapai angka 99.50 air secara otomatis melimpah melalui spillway.
Berdasarkan penjelasan singkat tersebut di atas, sebenarnya tidak Ada yang perlu ditakutkan oleh masyarakat, meskipun kewaspadaan harus tetap terutama pada saat Musim hujan, akan tetapi tidak perlu meresahkan karena bendungan ini didesain cukup aman dan dioperasikan dengan Standard Operasional Prosedure yang sangat ketat. (*)
Sumber: Pemerhati Sumberdaya Air, Dr.Ir. Haeruddin C. Maddi,