Jurnal8.com| Napi TR (25) berhasil mengoleksi 1.300 foto panas dan video mesum dari para siswa yang ada di luar penjara.
Sedangkan napi TR melakukannya dari dalam penjara saat menjalani hukuman.
Korbannya adalah siswa SD, Siswa SMP, dan siswa SMa.
Modus pencabulan terhadap anak-anak di dunia maya dilakukan oleh napi TR.
Dia mengawalinya dengan melakukan social engineering terhadap para calon korbannya di media sosial.
“Pertama, social engineering di media Instagram dengan cara profiling untuk mencari informasi tentang calon korban dengan kata kunci kata SD, SMP, dan SMA,” kata Wadir Tipidsiber Bareskrim Polri, Kombes Asep Safrudin, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (22/7/2019).
Setelah itu, TR yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut membuat akun palsu dengan identitas sebagai seorang guru.
Seorang narapidana berinisial TR (25) dalam kasus pencabulan terhadap anak-anak di bawah umur melalui media sosial, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin
Ia memilih guru yang dicuri identitasnya secara acak.
Setelah akun TR dan korban saling mengikuti di media sosial, pelaku akan mengirim pesan melalui direct message.
Dalam pesannya, TR meminta nomor WhatsApp korban.
Diciduk di Lapas
Kemudian, korban yang mengira pelaku adalah gurunya itu tidak merasa curiga dan memberikan nomor WhatsApp kepada pelaku.
TR pun berpura-pura akan memberikan nilai untuk merayu korban agar melakukan tindakan asusila.
“Setelah komunikasi, si tersangka memerintahkan kepada anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah dibimbing oleh tersangka,” ujar dia.
Korban akan merekam tindakan asusila tersebut dan mengirimkan hasilnya kepada pelaku melalui aplikasi WhatsApp.
Dari hasil penelusuran polisi, ditemukan 1.300 foto dan video anak-anak yang melakukan tindakan asusila.
Konten tersebut disimpan dalam akun e-mail pelaku.
Polisi kemudian berhasil mengidentifikasi setidaknya 50 anak yang menjadi korban dalam konten tersebut.
Berdasarkan keterangan polisi, TR melakukan aksinya demi kepuasan pribadi.
TR merupakan seorang narapidana di sebuah Lembaga Pemasyarakatan (lapas) di Jawa Timur.
Ia ditangkap pada 9 Juli 2019 karena melakukan pencabulan terhadap anak-anak di bawah umur melalui media sosial.
TR melakukan aksinya sejak dipenjara pada 2017 atau sudah 2 tahun dari total masa hukuman 7 tahun 6 bulan atas kasus pencabulan anak di bawah umur.
Kepala Unit IV Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri AKBP Rita Wulandari Wibowo menyampaikan bahwa pelaku secara sembunyi-sembunyi menyelundupkan gawainya ke dalam lapas.
“Dia diam-diam menyembunyikan,” kata Rita dalam kesempatan yang sama.
Namun, ia mengaku polisi tidak mendalami lebih jauh mengenai pihak yang membantu TR menyelundupkan ponsel ke lapas.
Dari TR, polisi menyita sebuah telepon genggam, nomor WhatsApp, serta sejumlah akun e-mail dan media sosial.
Tersangka dikenakan Pasal 82 jo Pasal 76E dan/atau Pasal 88 jo Pasal 76I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dan/atau Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik.
Ancaman hukuman maksimal bagi pelaku yakni 15 tahun penjara dan/atau denda Rp 5 miliar. (rls)