Pameran Tunggal, Aku Sampah: Ruang Interaksi Sosial dan Simbol Kepasrahan Diri

Jurnal8.com|Untuk menghadirkan sebuah karya, seorang seniman tidak serta merta menuangkan pikiranya itu secara langsung di atas sebuah kanvas. Seorang seniman sejati terlebih dahulu akan melakukan pendekatan-pendekatan dengan objek yang akan dijadikannya sebagai karya dengan melakukan riset-riset. Pada sampah sekalipun. Seperti halnya yang dilakukan oleh seniman kelahiran Bima (1968), Ridwan Manantik, dalam menghadirkan karya yang bertemakan “Aku Sampah“

Ridwan melakukan pendekatan-pendekatan secara ilmiah dan alamiah terhadap objek yang akan diangkatnya dalam sebuah lukisan.

Objek yang diteliti tentu saja tidak melulu tentang sampah, tapi semua hal yang berhubungan dengan sampah: tukang sampah, tempat sampah, makhluk yang hidup ditempat sampah, lingkungan yang tercemar oleh sampah, sampah itu sendiri, manusia yang membuang sampah, dan juga manusia-manusia yang memiliki pikiran-pikiran sampah. Termasuk dirinya  sendiri. Sehingga jadilah tajuk “Aku Sampah” menemani pameran tunggalnya di Gedung Balai Budaya jakarta pada, Minggu, 02/02/20.

foto: H. Arsyad Hasan Sip. Mi.Kom, pengusaha dari Bima (Ketua Fokka Indonesia) yang membeli salah satu karya Ridwan Manantik, didampingi oleh Dik Doank

Pameran tersebut menampilkan beberapa karya Ridwan Manantik yang memvisualisasikan tentang sampah, baik sampah dalam kehidupan sehari-hari maupun sampah-sampah dalam pikiran manusia itu sendiri.

Pameran ini menjadi ruang interaksi sosial tersendiri dalam menumbuhkan kepekaan sosial antar masyarakat, seperti halnya permasalah sampah dan hoax yang selalu dihubung-hubungkan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini.

“Aku Sampah” merupakan bentuk pengakuan diri dari seorang Ridwan Manantik. Di mana, ia merasa dirinya hanyalah manusia biasa, bukan siapa-siapa. Dirinya bahkan adalah sampah itu sendiri.

“Karya ini adalah simbol kepasrahan diri kepada Sang pencipta. Di mana selama  hidup, begitu banyak sampah yang kita hasilkan tanpa pernah memberikan solusi serius untuk persoalan ini,” ungkapnya.

Menurut Ridwan, selain sampah lingkungan, sampah pemikiran juga menjadi permasalahan serius yang merasuki pikiran kita manusia, di mana orang-orang dengan begitu mudahnya mencaci-maki dan menghakimi sesama.

“Sampah yang sering kita jumpai kebanyakan adalah yang dihasilkan dari limbah rumah tangga berupa barang-barang bekas, plastik, sisa makanan,dan lain-lain. Namun, ada sampah yang luput dari perhatian kita dan memiliki efek yang begitu meresahkan dan mematikan dibandingkan sampah yang dengan bahan kimia, yaitu sampah pemikiran; hal-hal negatif yang dilahirkan oleh otak yang mengakibatkan ketidak-harmonisan dalam kehidupan sosial kita,”

Lebih lanjut, Ridwan menambahkan bahwa, sampah pikiran adalah hal yang sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup umat manusia, karena akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia itu sendiri. Di mana sampah pikiran akan menghasilkan bad behaviour (hoax, hasut, dengki, intoleran, serta apatis.)

“Sampah merupakan objek, sekaligus menjadi media komunikasi dan dijadikan sebagai pusat pemikiran, karena sampah merupakan tanggung jawab kita semua.

Maka dari itu, perlu dilakukan pendekatan-pendekatan kesenian sebagai salah satu cara untuk mengurangi dampak tersebut, yaitu dengan menghadirkan ruang alternative edukasi publik atau pameran seni rupa.

Dengan mengunjungi pameran seni rupa, masyarakat diharapkan mampu membaca nilai yang terkandung dan simbol dalam karya seni rupa, mendapatkan edukasi langsung dari pelaku seni tentang keresahan-keresahan tentang sampah dalam sudut pandang kesenian sehingga mudah untuk diaplikasikan dalam kehidupan sosial.” Lanjutnya.

Atas terselenggaranya pameran tunggal ini, Ridwan Manantik mengaku begitu terharu dan bangga melihat apresiasi dari masyarakat Indonesia, baik dari seniman, pengusaha, maupun kerabat-kerabatnya yang ada di seluruh pelosok Indonesia.

“Karena tema ‘Aku Sampah’ yang diangkat dalam pameran tunggal kali ini mampu direspon secara pemikiran dan makna, “Aku Sampah” menjadi catatan penting bagi kami dalam kegiatan Berkeseni-Rupaan kedepanya.

Pada pameran kali ini makna ‘Sampah’ tidak hanya diartikan sebagai sampah yang terlihat oleh mata, tapi juga membahas tentang sampah pikiran.” Tutupnya bangga. (*Izzy*)

Leave a Reply