JURNAL8.COM|Penyebaran virus corona baru Covid-19 kian meluas, termasuk di negara-negara tetangga kita di Asia Tenggara. Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan masalah ini sebagai darurat kesehatan masyarakat berskala internasional pada 30 Januari lalu.
Ini bukan pertama kalinya dunia menghadapi wabah seperti ini. Wabah sindrom pernapasan akut (SARS), yang juga disebabkan oleh virus corona, pada 2002-2003, memberikan banyak hikmah yang dapat digunakan untuk mengatasi penyebaran virus corona baru saat ini.
Hikmah pertama yang paling berharga dari SARS adalah pentingnya keterbukaan dan kemauan berbagi informasi. Ketika wabah SARS bermula pada akhir 2002 di Provinsi Guangdong, Cina, pemerintah Negeri Panda sempat cukup lama menutupi-nutupi, bahkan menyangkalnya.
Media-media massa dihalangi meliput wabah tersebut. Pemerintah Cina waktu itu terobsesi menghambat apa yang mereka sebut sebagai “berita negatif”.
Ketertutupan dan penyangkalan itu harus ditebus dengan harga mahal berupa penyebaran tak terkendali, banyaknya korban jiwa, kerugian ekonomi, dan kerusakan cukup berat dalam reputasi pemerintah Cina di dunia internasional.
Pemerintah Cina tampak jelas belajar dari kesalahan fatal itu dan tidak lagi bersikap sangat tertutup dan menyangkal saat menghadapi wabah Covid-19.
Pada 8 Desember 2019, pemerintah Cina mengumumkan kematian satu orang pasien dan telah dirawatnya 41 pasien lainnya dengan penyebab penyakit yang belum diketahui di Kota Wuhan.
Keterbukaan ini membuat WHO mengumumkan peringatan waspada terhadap penyebaran virus corona baru pada 31 Desember 2019.
Pada awal Januari 2020, virus corona galur baru telah diidentifikasi oleh para ilmuwan Cina dan selanjutnya pada 12 Januari para ilmuwan ini membagikan sekuensing (pengurutan) genetika virus tersebut ke dunia internasional.
Pengurutan genetik yang dibagikan ini membuat para ilmuwan dan lembaga penelitian utama di dunia dapat mempelajari informasi genetik virus corona baru itu secara teliti dan mendorong sejumlah terobosan penting.
Salah satu terobosan besar tersebut diperlihatkan oleh Doherty Institute of Infection and Immunity yang berafiliasi pada Melbourne University dan Rumah Sakit Melbourne di Australia, yang mampu membuat kultur virus corona baru ini. Kultur tersebut membuat para ilmuwan dapat memahami karakteristik dan perilaku virus ini secara lebih mendalam dan berperan penting dalam upaya mencari kandidat obat dan vaksin.
National Institute of Health (NIH) di Amerika Serikat juga mengumumkan sedang mengembangkan sejumlah kandidat vaksin. Terobosan-terobosan tersebut tak mungkin terjadi apabila pemerintah dan ilmuwan Cina masih bersifat sangat tertutup seperti ketika wabah SARS terjadi.
Hikmah kedua yang tak kalah penting adalah perlunya respons cepat, menyeluruh, dan berkelanjutan. Ketika wabah SARS terjadi, akibat ketertutupan dan penyangkalan pemerintah Cina, respons cepat, menyeluruh, dan berkelanjutan sulit dilakukan. Ketertutupan dan penyangkalan membuat respons pemerintah dan masyarakat Cina menjadi lambat, terbatas, dan sporadis. Banyak waktu terbuang.
Respons Cina yang lambat juga akhirnya menghambat respons global terhadap wabah SARS. Dampak kelambanan, tanggapan terbatas, dan sikap sporadis pihak Cina ini adalah kepanikan; keterbatasan koordinasi di tingkat lokal, nasional, dan global; serta akhirnya penyebaran tak terkendali yang menelan korban jiwa, juga kerugian ekonomi, dan politik dalam skala besar.
Dalam kasus wabah virus corona baru saat ini, daya tanggap pemerintah Cina berbeda. Pada 1 Januari 2020, kurang dari satu bulan setelah ditemukannya kasus pertama, pemerintah Cina telah menutup pasar ikan/makanan laut yang juga menjual hewan-hewan liar/eksotik.
Keberadaan pasar hewan ini oleh 41 laboratorium di Cina dinilai memiliki hubungan dengan asal dan penyebaran virus corona baru. Upaya masif juga terjadi dalam hal koordinasi antarlembaga di dalam negeri Cina dan koordinasi dengan lembaga-lembaga internasional.
Sebuah konsorsium riset yang dipimpin ilmuwan-ilmuwan Cina segera didirikan setelah ditemukannya kasus pertama pasien yang terinfeksi virus corona baru. Konsorsium inilah yang menghasilkan pengurutan genetika yang disebutkan sebelumnya.
Pembangunan rumah sakit khusus di Wuhan dalam waktu sangat cepat, dengan kapasitas, peralatan maju, dan sumber daya manusia mumpuni untuk merawat orang-orang yang terdiagnosis terinfeksi virus corona, juga merupakan tanda kesigapan.
Tentu saja respons Cina dalam menghadapi penyebaran virus corona baru ini bukannya tanpa celah. Pasti selalu ada yang tak sempurna dan banyak ruang untuk perbaikan.
Namun, terlepas dari sejumlah celah atau kekurangan yang ada, secara umum ilmuwan-ilmuwan kesehatan ternama, lembaga-lembaga internasional berwibawa seperti WHO, maupun pemerintah-pemerintah negara di luar Cina menghargai keterbukaan dan respons sigap negara tersebut.
Memang masih ada sejumlah ketertutupan dan kelambanan yang terjadi di beberapa titik, yang semoga dapat diperbaiki, sehingga respons terhadap virus corona baru dapat lebih baik lagi.
Oleh: Sudirman Nasir
(Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan Wakil Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia)