Jurnal8.com|Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawasi Selatan temukan Penambahan Penyertaan Modal sebesar Rp 3.000.000.000,00 pada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar Tidak Didasarkan pada Perda Nomor 7 Tahun 2016
Neraca Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar per 31 Desember 2019 menyajikan Investasi Permanen disajikan sebesar Rp 722.599.932.840,27 (audited). Berdasarkan catatan nomor 7.5.3.1.2.2 atas Laporan Keuangan diketahui salah satu komponen investasi permanen adalah Penyertaan Modal Kepada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR KMUP) sebesar Rp3.754.734.465,02. Seluruh modal PD BPR KMUP dimiliki oleh Pemerintah Kota Makassar sehingga nilai penyertaan modal yang disajikan sebesar nilai ekuitas perusahaan.
PD BPR KMUP merupakan perusahaan milik Pemkot Makassar yang berbentuk Perusahaan Daerah yang didirikan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang Nomor 4 Tahun 1996 (Lembaran Daerah Nomor 3 Tahun 1996 Seri D Nomor 3) tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang.
Berdasarkan hasil reviu dokumen diketahui PD BPR Kota Makassar didirikan berdasarkan Perda Kotamadya Nomor 4 Tahun 1996 tentang perusahaan daerah Bank Perkreditan Rakyat Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang, sebagai perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pemberian kredit kepada nasabah. Pemkot Makasssar sebagai pemilik tunggal perusahaan tersebut telah menyetorkan modal pertama sebesar Rp2.000.000.000. Laporan Keuangan Pemkot Makassar sampai dengan tanggal 31 Desember 2019 telah mencatat penyertaan modal tersebut sebesar Rp 3.754.734.465,02.
Pemkot Makassar pada Tahun 2016 mengeluarkan perda Perda Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas Bank Perkreditan Rakyat (PT BPR) Kota Makassar. Adapun maksud dan tujuan didirikan PT BPR adalah untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang serta sebagai salah satu sumber Pendapatan asli Daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Seiring berjalannya waktu sejak Perda tersebut diterbitkan ternyata proses perubahan bentuk tersebut tidak bisa dilakukan dengan cepat karena terkendala belum adanya calon investor yang menunjukkan komitmen untuk turut serta menjadi pemegang saham BPR,
baik dari instansi pemerintah maupun pihak swasta/perorangan.
Didalam Perda Nomor 7 Tahun 2016 pasal 28 menyebutkan “Dalam proses perubahan nama dan bentuk Badan Hukum PD BPR Kota Makassar menjadi PT BPR Kota Makassar, maka Dewan Pengawas dan Direksi serta pegawai PD BPR Kota Makassar masih tetap menjalankan tugas dan wewenang sampai dengan diterimanya ijin operasional PT BPR dari Otoritas Jasa Keuangan.” Pasal 29 menyebutkan “Dengan diterimanya ijin operasional PT BPR dari Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang Nomor 4 Tahun 1996 (Lembaran Daerah Nomor 3 Tahun 1996 Seri D Nomor 3) tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.”
Kemudian dalam Pasal 30 menyatakan bahwa “Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.” Berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2016 tanggal 2 November 2016 tersebut disebutkan pada Pasal 14 ayat (1) Modal dasar PD BPR ditetapkan sebesar Rp 20.000.000.000,00 (Dua Puluh Milyar Rupiah) dan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 5/POJK.03/2015 tentang kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum PD BPR Kota Makassar sebesar Rp 3.000.000.000,00 (Tiga Milyar Rupiah) dan wajib memenuhi paling lambat tanggal 31 Desember 2019. Sehubungan dengan hal tersebut pada TA 2019 Pemerintah Kota Makassar telah merealisasikan tambahan Penyertaan Modal kepada PD BPR Kota
Makassar sebesar Rp3.000.000.000,00 (Tiga Milyar Rupiah) yang terealisasi dalam dua tahap pencairan yaitu:
a. Tahap 1 sebesar Rp2.000.000.000,00 (Dua Milyar Rupiah) pada Bulan Mei 2019 berdasarkan SP2D No.00528/SP2D/LS/V/2019 tanggal 8 Mei 2019; dan
b. Tahap 2 sebesar Rp1.000.000.000,00 (Satu Milyar Rupiah) pada Bulan Desember 2019 berdasarkan SP2D No.05246/SP2D/LS/XII/2019 tanggal 13 Desember 2019.
Hasil konfirmasi Tim BPK dengan Direktur PD BPR Kota Makassar diketahui bahwa tambahan Penyertaan Modal tersebut tidak dicatat sebagai penambahan modal dalam Laporan Keuangan BPR Kota Makassar tetapi dicatat sebagai penempatan deposito akibat dari Perda Nomor 7 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa terjadi perubahan bentuk badan hukum dari PD BPR menjadi PT. BPR tetapi Modal Dasar BPR yang diakui masih Rp 5.202.382.300,00 sehingga penambahan penyertaan modal sebesar Rp 3.000.000.000,00 (Tiga Milyar) belum diakui sampai dengan perubahan Perda Nomor 7 Tahun 2016 selesai, dan penambahan modal sebesar Rp3.000.000.000,00 (Tiga Milyar) tidak bisa digunakan sebelum ada persetujuan dari OJK.
Hasil penelusuran lebih lanjut berdasarkan Perda Nomor 7 tahun 2016 Pasal 16 Ayat (1) menyatakan bahwa Modal disetor PT BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) terdiri atas:
a. Pemerintah Daerah minimal sebesar 55%;
b. Pihak ketiga Maksimal sebesar 45%. Perda tersebut belum bisa diakui oleh OJK karena belum adanya Pihak Ketiga dan pihak PD. BPR sementara mengusulkan ke OJK calon pihak ketiga dari koperasi untuk calon pemegang saham.
PD. BPR belum memiliki ijin operasional dari OJK dan belum resmi berbentuk PT, namun perusahaan tersebut sudah memanfaatkan nilai penyertaan modal sebesar Rp 3.000.000.000,00 untuk operasional perusahaan dengan melakukan pemberian kredit pada nasabahnya.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 jo Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, pasal 71:
1) Ayat (7) yang menyatakan bahwa Investasi Jangka Panjang Pemerintah Daerah dapat dianggarkan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Ayat (9) yang menyatakan bahwa dalam hal pemerintah daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dalam pertauran daerah tentang penyertaan modal, dilakukan perubahan peraturan daerah tentang penyertaan modal yang berkenaan.
b. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perubahan bentuk badan hokum Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar pasal 16 yang menyatakan bahwa modal disetor PT. BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) terdiri atas:
1) Pemerintah Daerah minimal sebesar 55%;
2) Pihak ketiga Maksimal sebesar 45%.
Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran pembiayaan pada PD BPR Kota Makassar di Neraca tidak memiliki dasar hukum yang sah dan proses perubahan bentuk dari PD BPR menjadi PT BPR menjadi terhambat serta penyajian penyertaan modal tersebut tidak disajikan secara penuh dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Kondisi tersebut disebabkan kurangnya fungsi pengawasan dari Pemerintah Kota Makassar PD BPR Kota Makassar selaku pemilik tunggal PD BPR terhadap proses perubahan PD BPR menjadi PT BPR dan Bagian Akuntansi tidak memiliki informasi dan
dasar yang cukup untuk menyajikan penyertaan modal tersebut dalam Laporan Keuangan Kota Makassar
Atas permasalahan tersebut Pemerintah Kota Makassar memberi tanggapan sebagai berikut:
a. Sekretariat Daerah Kota Makassar menyatakan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar.
Untuk memenuhi Peraturan Daerah tersebut di atas, maka PD Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar harus memenuhi persyaratan perubahan bentuk sebagai Perseroan Terbatas tersebut, maka PD BPR harus ada pihak ketiga yang menjadi pemegang saham.
Dan hal ini Pemegang Saham/Pihak Ketiga menjadi faktor utama sehingga sampai saat ini pembentukan PT BPR belum direalisasikan. Sudah banyak usaha yang dilakukan PD. Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar untuk mendatangkan investor/pemegang saham Pihak Ketiga tapi sampai saat ini belum berhasil.
b. Berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2016 di atas pada Pasal 16
1) Modal disetor PT. BPR sebagaimana dimaksud terdiri :
a) Pemerintah Daerah minimal sebesar 55%
b) Pihak Ketiga maksimal sebesar 45%
2) Dalam mengadakan penambahan modal dasar, Pemerintah Daerah selaku pemegang saham PT. BPR terlebih dahulu harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah; Sebelumnya PD BPR mengalami kekosongan pada jabatan Direksi (Direktur Utama dan Direksi) yang disebabkan oleh mundurnya Direksi (Direktur Utama dan Direktur) yang memperlambat proses perubahan bentuk PD BPR Kota Makassar. Dan pada saat PD BPR mulai aktif kembali setelah adanya penunjukkan Direktur Utama pada Mei 2019, maka PD BPR melanjutkan pencarian Pemegang Saham (Pihak Ketiga) baik perorangan maupun dalam bentuk Lembaga/Perusahaan. Dalam
pemenuhan Hal ini dimulai dengan penawaran ke berbagai perbankan dan koperasi lainnya bahkan di lingkup Perusahaan Daerah Kota Makassar.
PD Bank Perkreditan Rakyat telah mengajukan ke Koperasi PDAM Kota Makassar, Koperasi PD Pasar Makassar Raya dan Koperasi lnsan Perikanan, namun dalam proses pengajuan kerjasama tersebut ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya Koperasi lnsan Perikanan yang bisa memenuhi persyararan sebagai Pihak Ketiga tersebut.
Adapun kendala yang dihadapi oleh PD BPR dalam pemenuhan Pemegang Saham oleh Pihak Ketiga ini adalah terlalu banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi Pihak Ketiga oleh Otoritas Jasa Keuangan. Untuk Koperasi lebih banyak syarat administrasi dibandingkan dengan Perorangan. Hal ini yang menjadikan sampai saat ini perubahan bentuk tersebut belum dibuatnya Akta Pendirian Perseroan Terbatas mengingat belum ditentukannya pemilik modal oleh
pihak ketiga atau swasta.
c. Untuk pemenuhan persyaratan Modal disetor oleh Pihak Ketiga maksimal sebesar 45%. PD Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar sudah melakukan pertemuan dengan beberapa Koperasi sebagai Pihak Ketiga. Namun PD Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar ini terkendala oleh beratnya persyaratan/Ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang harus dipenuhi oleh Koperasi tersebut sehingga memperlambat juga proses pemenuhan Pemegang Saham Pihak Ketiga.
d. Kepala BPKAD menyatakan Penyertaan Modal Pemerintah Kota Makassar pada PT BPR berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar menjadi Perseroan Terbatas Bank Perkreditan Rakyat Kota Makassar, yang menyebutkan bahwa Modal Dasar PT BPR ditetapkan sebesar Rp20.000.000.000,00 (Dua puluh miliar rupiah);
e. Penyertaan Modal Pemerintah Kota Makassar pada PT BPR pada Tahun Anggaran 2019 juga mempedomani ketentuan Pasal 13 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.03/2015 tanggal 31 Maret 2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Perkreditan Rakyat, yang menyebutkan bahwa Modal inti minimum BPR ditetapkan sebesar Rp6.000.000.000 (Enam miliar rupiah) dengan ketentuan:
1) BPR dengan modal inti kurang dari Rp3.000.000.000,00 (Tiga miliar rupiah) wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3.000.000.000,00 (Tiga miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2019;
2) BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 6.000.000.000,00 (Enam miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2024; dan
3) BPR dengan modal inti paling sedikit sebesar Rp3.000.000.000,00 (Tiga miliar rupiah) namun kurang dari Rp6.000.000.000,00 (Enam miliar rupiah), wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 6.000.000.000,00 (Enam miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2019.
f. Berdasarkan Risalah Rapat antara Kepala OJK Regional 6 Sulawesi, Maluku dan Papua dan Direksi PD BPR tanggal 31 Mei 2018 yang antara lain disepakati untuk memenuhi modal inti sebesar Rp3.000.000 ribu pada tahun 2018 dan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2019 serta menjadi sebesar Rp6.000.000 ribu selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2024.
g. Dalam rangka penyempurnaan penyajian nilai Penyertaan Modal pada PT BPR Kota Makassar pada Neraca Tahun Anggaran 2019, Pemerintah Kota Makassar akan melakukan pengusulan koreksi sebagai Jurnal Koreksi di Neraca dengan mengacu kepada ketentuan yang berlaku.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Walikota Makassar agar memerintahkan:
a. Bagian Kerjasama dan PD BPR terus berkoordinasi untuk segera menyelesaikan proses perubahan badan hukum PD BPR menjadi PT BPR dengan memenuhi semua persyaratan yang dipersyaratkan Otoritas Jasa Keuangan agar ijin operasional dapat dikeluarkan;
b. Bagian Akuntansi menyajikan penyertaan modal sebesar Rp3.000.000.000 dalam Laporan Keuangan Pemkot Makassar dan mengungkapkannya dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Dikonfirmasi Otoritas Jasa keuangan (OJK) Regional 6 Sulawasi Maluku dan Papua, Mohammad Nurdin Subandi Menjelaskan, Berdasarkan administrasi Pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) , BPR telah memperoleh izin opersional melalui surat Keputusan Menteri Keuangan pada Tahun 1971, sehingga berdasarkan surat tersebut, BPR telah dapat melakukan aktivitas usaha dibidangnya.
Terkait dengan pengajuan pihak ketiga sebagai calon pemegang saham di BPR menjadi kewenangan BPR dalam menentukan pihak- pihak yang duiajukan untuk menjadi calon pemegang saham . Selanjutnya calon Pemegang Saham yang ingin menjadi Pemegang Saham di BPR wajib memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Jasa Keuangan (POJK) nomro 62/POJK.03/2020 tanggal 16 Desember 2020 tentang Bank Perkreditan Rakyat .
” Adapun syarat calon pemegang saham yang telah ditetapkan OJK dalam peraturan tersebut bertujuan agar industri perbankan santiasa dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak yangmemiliki komitmen terhadap perkembangan BPR dan memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk mendukung pertumbuhan dan pengembangan BPR secara sehat” .
Lanjutnya, Adapun dengan prosedur dan persyaratan modal pada Bank Perkreditan Rakyat telah diatur dalam POJK nomor 62/POJK/03/2020 tanggal 16 Desember 2020 tentang Bank Perkreditan Rakyat .
“Dalam melakukan perubahan badan hukum dari Perusahaan Daerah Menjadi Perusahan Terbatas , PD BPR Kotamadya Dati II Ujung Pandang Daerah wajib memenuhi persyratan yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2017 tentang Pengelolan Bank Pekreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah,dan Peraturan Otoritas Jasaz (POJK) Nomor 62/POJK/03/2020 tanggal 16 Desember 2020 tentang Bank Perkreditan Rakyat. ” Jelas Mohammad Nurdi melalui surat nomor -35/KR.06/2021 yang diterima redaksi MP.
Ketua LIMIT, Mamat Sanrego menanggapi bahwa,” Jika benar belum memiliki Ijin Operasional sebagai Lembaga Jasa Keuangan dari OJK, seyogyanya OJK harus mengambil sikap berdasarkan Perintah UU OJK.
Mengenai pernyataan OJK Bahwa administrasi Pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) , BPR telah memperoleh izin opersional melalui surat Keputusan Menteri Keuangan pada Tahun 1971, sehingga berdasarkan surat tersebut, BPR telah dapat melakukan aktivitas usaha dibidangnya.
Menurut Mamat Sanrego, ” Dengan dilakukannya perubahan Badan hukum, maka secara otomatis segala yang terkait dengan ijin-ijin harus pula dilakukan Pembaharuan, termasuk otoritas OJK yang diatur Berdasarkan UU OJK, sedangkan Ijin menteri, tidak boleh melampaui Kewenangan UU OJK. Seperti yang dijelaskan OJK.
Sehingga sudah dapat disimpulkan bahwa sudah jelas tidak sesuai UU OJK dan atau pelanggaran Hukum.” Jelas Mamat melalui pesan whatsApp. (TIM)
Leave a Reply