Jurnal8.com| Makassar, – Perjuangan panjang Budi Karyanto Isa untuk mempertahankan haknya atas dua bidang tanah mulai membuahkan hasil.
berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 154/Bira, Gambar Situasi No, 1476/1980 tanggal 24 Juli 1980 dan SHM No. 155/Bira, Gambar Situasi No. 1477/1980 tanggal 24 Juli 1980 dari upaya Baso Dg Gassing untuk mengambil tanah milik Budi Karyanto Isa, telah membuahkan hasil karena tanggal 15 Maret 2022 telah dilakukan eksekusi pemulihan atas 124 Sertifikat Hak Milik yang merupakan pemecahan kedua sertifikat induk tersebut.
Eksekusi pemulihan tersebut dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Negeri Makassar.
Eksekusl Pemulihan tersebut didasarkan pada Putusan Mahkamah Agung No. 1067 K/Pdt/2021 tanggal 20 Mei 2021 yang amar putusannya antara lain memerintahkan Kakanwil BPN Prov. Sulsel dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar selaku Turut Tergugat.
Perkara atas kedua bidang tanah yang dimaksud SHM No. 154/Bira dan SHM No. 155/Bira bermula dari gugatan Daeng Tati binti Jate dan Yabi bin Jate, dua orang anak almarhum Jate di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar yang menuntut pembatalan SHM No. 154/Bira dan SHM No. 155 atas nama Budi Karyanto Isa dan Budi Sutomo Isa.
Gugatan kedua orang anak Jate tersebut ditolak oleh PTUN Makassar berdasarkan putusannya No. 65/G.TUN/2000/PTUN. Mks tanggal 1 Maret 2001 yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi TUN Makassar No. 60/Bdg.TUN/2001/PT.TUN. Mks tanggal 23 Nopember 2001.
Putusan Pengadilan Tinggi TUN Makassar tersebut merupakan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena Daeng Tati dan Yabi tidak menyatakan kasasi.
Kemudian Baso Dg Gassing (salah seorang cucu Jate dan keponakan Daeng Tati dan
Yabi) mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Makassar No. 195/Pdt.G/2002/PN.
Mks yang tuntutannya secara substansi sama dengan tuntutan Daeng Tati dan Yabi
yaitu menyatakan SHM No. 154/Bira dan SHM 155/Bira atas nama Budi Karyanto Isa
dan Budi Sutomo Isa.
Juga pihak tergugat tidak berbeda. Oleh karena itu, gugatan dan putusan atas gugatan Baso Daeng Gassing demi hukum dikwalifisir sebagai gugatan ne bis in idem.
Yaitu Bahwa Bukti P.1. berupa rincik yang diajukan oleh Baso Dg Gassing secara kasat mata jelas adalah bukti palsu karena menggunakan blanko kecamatan padahal dibuat tahun 1958 yang mestinya distrik, blanko IPEDA padahal yang berlaku waktu itu Pajak Hasil Bumi sesuai PERPPU No. 11 Tahun 1959 yang berlaku adalah PADJAK HASIL BUMI bukan IPEDA.
menyebut Kabupaten Maros padahal Kabupaten Maros dibentuk tahun 1959.
Sedangkan bukti P.2 jelas juga palsu yang dapat diketahui semua orang jika orang itu dapat membaca. P.2 surat bertanggal 20-12-1961 ditujukan pada Tjamat Mandai di Maros.
Padahal belum ada ketjamatan waktu itu, tapi distrik sesuai Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan-Tenggara No. 2667A tanggal 10 Desember 1961 yang efektif berlaku tahun 1962.
Dalam bukti P.2 disebut tanah terletak di Makassar. Padahal tanah sengketa pada tahun 1961 masih wilayah maros.
Demikian pula bukti P.3. Detail ciri pisik ketiga bukti palsu itu telah diuraikan oleh Mochtar Djuma, SH. MH. MBA dalam kontra memori PK karena ahli waris Baso Dg Gassing mengajukan permohonan PK terhadap Putusan Kasasi No. 1067 K/Pdt/2021 tanggal 20 Mei 2021.
Dalam kontra memori PK, Kuasa Hukum Budi Karyanto Isa juga mengungkap bahwa
permohonan PK tersebut demi hukum harus dinyatakan tidak dapat diterima karena
tidak memenuhi syarat formal.
Mulai dari identitas pemohon PK dalam surat kuasa dan dalam memori PK yang tidak jelas.
Permohonan PK hanya ditujukan pada Budi Karyanto Isa. Padahal terdapat 16 pihak diluar pemohon PK sehingga melanggar hak pihak lain untuk mengetahui dan menjawab alasan permohonan PK.
Demikian pula dalam kontra memori PK tersebut kuasa hukum Budi Karyanto Isa meminta agar pemohon PK tersebut tidak diterima karena dipastikan panjar biaya pemohon PK dibayar oleh pemohon PK tidak sesuai yang seharusnya dibayar berdasarkan jumlah pihak dalam perkara perdata tersebut.(*)
Leave a Reply