Jurna8.com| MAKASSAR – Ada empat pilar demokrasi yaitu eksekutif, yudikatif, legislatif, dan pers. Eksekutif yaitu presiden, gubernur, walikota, dan bupati beserta perangkatnya. Legislatif meliputi MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan DPRD. Yudikatif yaitu Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Pers yaitu media massa.
“Dalam salah satu diskusi pada tahun 2014, Mahfud MD mengatakan, kalau dilihat dari empat pilar demokrasi, yang sehat hanya pers, yang bisa diandalkan hanya pers,” kata wartawan senior, Asnawin Aminuddin.
Hal itu ia kemukakan saat tampil sebagai pembicara pada Diskusi Jurnalistik bertajuk ‘Pers yang Independen dan Konsisten’ yang diadakan UKM LPM Intelligent, di Perpustakaan Politeknik Kesehatan Makassar Kemenkes RI, Jl. Monumen Emmy Saelan III/42, Makassar, Jumat, 10 Februari 2023.
Baca juga : Jokowi Hadiri puncak Peringatan Hari Pers Nasional
Asnawin menjelaskan, Mahfud MD yang saat ini menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, dulu pernah menjabat Menteri Pertahanan dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
“Dalam diskusi bertajuk ‘Peran Media Televisi Mencerdaskan Pemilih dalam Pemilu 2014’ yang digelar Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia atau IJTI, di Jakarta, pada bulan Juni tahun 2014, Pak Mahfud MD mengatakan, tiga pilar demokrasi yang lain yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif, sudah busuk,” kata Asnawin.
Di Amerika Serikat, lanjutnya, media massa terkadang disebut “Institusi Keempat” atau cabang pemerintahan keempat, setelah cabang eksekutif, cabang legislatif, dan cabang yudikatif.
“Istilah Institusi Keempat mencerminkan peran media berita yang tidak resmi tetapi diterima secara luas dalam memberikan informasi kepada warga negara yang dapat mereka gunakan untuk memantau kekuasaan pemerintah,” ungkap Asnawin mengutip artikel yang dimuat salah satu media daring.
Dengan penilaian tersebut, ujarnya, maka pers atau media massa serta para wartawan diharapkan menjaga independensi dan konsistensi sebagai pilar keempat demokrasi yang bisa dipercaya.
“Dalam Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik disebutkan, Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers,” tutur Asnawin.
Pers, tegasnya, memiliki kemerdekaan atau kebebasan yang disebut Kebebasan Pers (freedom of the press).
Asnawin menjelaskan, kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media massa dan bahan-bahan yang dipublikasikan, seperti menyebarluaskan, pencetakan dan menerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya, tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.
“Secara konseptual kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih. Di sisi lain, melalui kebebasan pers, masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat itu sendiri,” beber Asnawin.
Selain Asnawin, juga tampil dua pembicara lainnya yaitu Muhammad Amir Jaya (wartawan senior, mantan Redaktur Pelaksana / Pj Pimpinan Redaksi Harian Pagi Kaltara Post) dan Anis Kurniawan (writter, members of SIEJ and EIC Klikhijau.com).
Diskusi Jurnalistik yang dihadiri Pembina UKM LPM Intelligent, Andi Ruhban, dan Pemimpin Umum UKM LPM Intelligent, Muhammad Wahyu, serta diikuti belasan pengurus UKM LPM Intelligent, dipandu oleh Jesi Heny (Pimpinan Redaksi Edelweisnews.com). (Andi Sheva)