Jurnal8.com | Makassar,- Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata pada pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dan berkelanjutan, serta dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan guna mendukung program diversifikasi energi, serta mendorong pembangunan infrastruktur Liquefied Petroleum Gas dan peningkatan peran badan usaha, perlu pengaturan penyediaan dan pendistribusian LPG secara terpadu, transparan, akuntabel, kompetitif dan adil.
LPG kemasan 3 kg merupakan solusi Pertamina dalam melaksanakan program
diversifikasi energi yang dicanangkan pemerintah untuk mengkonversi penggunaan minyak tanah menjadi LPG. LPG didesain dalam kemasan tabung yang sudah sesuai dengan standar, serta diuji secara berkala.
Pasal 23 ayat (1) menyebutkan bahwa kegiatan usaha hilir dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha setelah mendapat izin usaha dari pemerintah. Salah satu izin tersebut adalah izin usaha penyimpanan gas LPG 3 kg. Keharusan memiliki izin tersebut ditegaskan langsungo leh Pasal 53 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas.
Pasal 53 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas juga memuat ketentuan pidana di dalamnya terkait pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan kegiatan niaga gas LPG 3 kg.
Adapun bunyi Pasal 53 huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas sebagai berikut, setiap orang yang melakukan Penyimpanan tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
Kegiatan usaha penyimpanan sendiri merupakan kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran minyak bumi dan gas bumi.
Dari bunyi pasal tersebut, terlihat jelas bahwa kegiatan penyimpanan gas LPG 3 kg
harus dilengkapi dengan izin usaha penyimpanan juga. Bahkan ketiadaan izin yang sedemikian itu dapat dikatakan sebagai suatu strafbaarfeit, mengingat ancaman pidana yang dirumuskan dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Bumi dan Gas, dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun serta denda yang menembus angka miliaran rupiah.
Pengawasan HET LPG 3 kg di pasaran menjadi kewenangan pihak Pemerintah
Kabupaten atau Pemerintah Kota di daerah masing-masing. Bahkan, jika pangkalan LPG itu di tingkat kecamatan, Camat juga berwenang mengontrol HET, apakah sudah sesuai ditetapkan pemerintah atau tidak.
Namun kenyataannya, selama ini penggunaan LPG subsidi ini sudah tak lagi menyentuh warga miskin, melainkan juga dinikmati orang kaya, bahkan mereka yang memiliki mobil. Padahal, semestinya gas ini hanya untuk masyarakat berpenghasilan maksimal Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) per bulan, karena itu hal ini harus menjadi prioritas Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menertibkan siapa-siapa saja yang menggunakan gas LPG 3 kg selama ini, karena di tabung itu juga jelas tertulis “hanya untuk masyarakat miskin”.
Menurut sumber yang tak ingin disebut namanya menjelaskan bahwa Khusus agen di Wilayah kecamatan Manggala harga berpariasi mulai dengan harga Rp. 18 000.00,- hingga Rp Rp 19.000,00- sehingga ketika warga membeli di pengecer harganya hingga mencapai Rp 22.000 00,- Hal ini tentunya sangat memberatkan warga.
“ Katanya Gas Subsidi tapi kenapa bisa harganya mahal pak, kami ini orang kecil dengan nilai seperti ini sangat terasa sekali pak, tidak sampai dua minggu dipakai udah habis pak, katanya untuk warga kurang mampu tapi kenyataannya banyak yang orang mampu pakai gas elpiji 3 Kg. Tolong donk ditertibkan, apalagi dalam waktu dekat ini kita akan menuaikan ibadah puasa, perlu ada pengawasan ketat dari pemerintah untuk agen dan pangkalan gas, “ Pintanya.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penetapan Harga Eceran Tertinggi Liquefied Petrolem Gas Tabung Tiga Kilogram
BAB II
HARGA ECERAN TERTINGGILIQUEFIED PETROLEUM GAS
Pasal 2
Dengan Peraturan Gubernur ini ditetapkan HET LPG 3 Kg di Provinsi, yang berada
di dalam radius 60 km (enam puluh kilometer) dari Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE)/Filling Station sebesar Rp. 18.500,- (delapan belas ribu lima ratus rupiah).
Pasal 3
HET LPG 3 Kg sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, ditetapkan dengan rincian
sebagai berikut :
a. Harga LPG ex Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE)/Filling
Station (termasuk Pajak Pertambahan Nilai sejumlah 10% (sepuluh persen))
seharga Rp. 11.550,- (sebelas ribu lima ratus lima puluh rupiah);
b. Margin Agen seharga Rp. 1.200,- (seribu dua ratus rupiah);
c. Biaya Operasional Agen seharga Rp. 3.250,- (tiga ribu dua ratus lima puluh rupiah);
d. Harga Agen ke Pangkalan seharga Rp. 16.000,- (enam belas ribu rupiah); dan
e. Margin Pangkalan seharga Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
Pasal 4
(1) Untuk wilayah darat Kabupaten/Kota yang di luar radius 60 km (enam puluh
kilometer) dari Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE)/Filling
Station yang ditunjuk Pertamina adalah harga jual ex agen ditambah dengan
biaya operasional sebesar Rp. 20,-/tabung/km (dua puluh rupiah per tabung perkilometer).
(2) Untuk wilayah kepulauan tambahan biaya operasional dapat menyesuaikan
besaran biaya yang wajar dan ditentukan oleh kabupaten/kota lebih lanjut
Pasal 5
Setiap pangkalan LPG 3 Kg diwajibkan memasang papan bicara dengan mencantumkan HET yang berlaku dalam wilayah operasionalnya. (Tim )
Leave a Reply