Jurnal8.com| Sekretaris Forum Jaringan Informasi Masyarakat Anti Korupsi (FORJIMAK) Andhyka menilai penyaluran kredit rumah subsidi dinilai kurang tepat sasaran karena hampir sebahgian penghuni yang menempati rumah subsidi dari pemerintah bukan kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
” Rumah subsidikan diperuntuhkan untuk MBR akan tetapi rata-rata yang menghuni memiliki kendaraan roda empat bahkan parahnya lagi ada penghuni yang memiliki lebih dari dua rumah. Pertanyaannya kenapa pihak Bank meloloskan hal tersebut, Lantas pengawasan dari Satker DJPIPUP perlu dipertanyakan kinerjanya ?” Ujar andyhka Kepada awak media ini. Jumat (14/04/23)
Lanjut Dia, Sementara Kementerian PUPR terus berupaya mengatasi kekurangan perumahan (backlog) dan mendorong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah layak huni dengan memberikan fasilitas kemudahan dan bantuan pembiayaan perumahan (KPR bersubsidi) demi meningkatkan akses dan keterjangkauan MBR.
“Seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Pembiayaan Tapera. Namun kalau nantinya penyaluran bantuan subsidi perumahan tersebut bukan diterima oleh MBR. Apakah hal tersebut tidak menyalahi aturan perundang-undangan? ” Jelasnya
Sambung Andhyka,” Perlu ada tindakan sanksi hukum apabila ditemukan persoalan penyaluran kredit rumah subsidi yang tidak tepat sasaran dan APH dapat melakukan pemanggilan kepada KPA dan Bank Pelaksana serta Debitur untuk ditindak tegas sehingga ada afek jera, supaya orang-orang yang membutuhkan benar-benar mendapat bantuan, alias tepat sasaran.” tandasnya
Perlu diketahui, berdasarkan informasi yang diperoleh Pada TA 2022 Kementerian PUPR akan mengalokasikan dana FLPP sebesar Rp 23 triliun untuk 200.000 unit rumah, dan BP2BT sebesar Rp 888,46 miliar untuk 22.586 unit rumah.
Selanjutnya pada tahun 2023 akan ada penambahan kuota penerima bantuan subsidi perumahan FLPP menjadi 220.000 unit dengan anggaran Rp 25,18 triliun. Bahkan Program FLPP akan didampingi dengan program Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dengan jumlah sama yaitu 220.000 unit sebesar Rp 890 miliar.
Sementara untuk Subsidi Selisih Bunga (SSB) sebanyak 754.004 unit senilai Rp 3,46 triliun yang telah diakadkan pada tahun tahun sebelumnya.
Pada TA 2023 juga akan disalurkan program bantuan subsidi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) senilai Rp 4,64 triliun dari dana masyarakat untuk 54.924 unit.
Sehingga total target penyaluran bantuan subsidi perumahan TA 2023 sebanyak 274.924 unit senilai Rp 34,17 triliun. Bersumber dari APBN sebesar Rp 29,53 triliun dan dana masyarakat Rp 4,64 triliun.
Sehingga bantuan- bantuan program ini perlu dikawal oleh masyarakat dan aparat penegak hukum agar penyaluran bantuan subsidi perumahan tahun anggaran 2023 tepat sasaran.
Baca juga:
“Borok Korupsi di PDAM Makassar Terkuak”, Adik Mentan HYL Jadi Tersangka
BPK Temukan Penyaluran Subsidi Bunga Kredit Perumahan Tahun 2021 Berindikasi Kurang Tepat Sasaran.
Hal ini berdasarkan Laporan Keuangan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (Kode Satker 987252) menyajikan
nilai anggaran dan realisasi Belanja Subsidi TA 2021 (audited) masing-masing adalah sebesar Rp6.596.806.849.000,00 dan Rp 3.048.566.707.269,00 atau sebesar 46,21 persen. Belanja subsidi tersebut terdiri dari Belanja Subsidi Bunga Kredit sebesar
Rp 2.333.672.707.269,00 dan Subsidi Bantuan Uang Muka sebesar Rp 714.894.000.000,00.
Satker Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPIPUP) ini mempunyai tupoksi di antaranya dalam rangka memberikan kemudahan bantuan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan dialokasikan dalam bentuk Subsidi Bantuan Uang Muka perumahan dan Subsidi Bunga Kredit perumahan. Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi atau KPR Bersubsidi adalah kredit/pembiayaan pemilikan rumah yang mendapat bantuan dan/atau kemudahan pemilikan rumah dari pemerintah berupa dana murah jangka panjang dan/atau subsidi pemilikan rumah yang diterbitkan oleh bank pelaksana baik secara konvensional maupun dengan prinsip Syariah.
Peraturan Menteri PUPR Nomor 20/PRT/M/2019 Tanggal 23 Desember 2019 tentang Kemudahan dan Bantuan Pemilikan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah antara lain mengatur debitur/nasabah wajib memanfaatkan Rumah Umum Tapak atau Sarusun Umum sebagai tempat tinggal atau hunian sesuai dengan surat pernyataan Pemohon KPR Bersubsidi. Untuk memastikan belanja subsidi telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan maka diperlukan kegiatan pengendalian atas suatu kegiatan. Pengendalian adalah tindakan yang
dilakukan secara terus menerus agar pelaksanaan KPR Bersubsidi dan/atau SBUM bagi MBR sesuai dengan persyaratan. Pengendalian dilakukan melalui kegiatan pengujian, pemantauan, evaluasi, dan/atau perbaikan.
Sementara diketahui, adanya Permasalahan terkait penghunian rumah subsidi telah diungkapkan dalam LHP BPK No14/LHP/XVII/05/2020 tanggal 20 Mei 2020 dan LHP BPK No13/LHP/XVII/05/2021 tanggal 29 Mei 2021. Dalam kedua LHP tersebut diungkapkan kelemahan terkait penghunian yaitu Unit Hunian Subsidi belum dimanfaatkan, dihuni oleh pihak lain selain debitur/nasabah, dan belum siap dihuni pada saat diserahterimakan kepada debitur/nasabah.
Bahkan atas permasalahan tersebut BPK telah merekomendasikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat agar menginstruksikan Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, antara lain memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Subsidi Bantuan Uang Muka dan Subsidi Bunga Kredit Perumahan berkoordinasi dengan bank pelaksana untuk:
a. Menindaklanjuti dan memproses 2.236 debitur/nasabah penerima subsidi yang terindikasi tidak tepat sasaran sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah diatur dalam Perjanjian Kerja Sama;
b. Menindaklanjuti kepada pengembang atas 204 debitur/nasabah penerima
subsidi yang unit rumahnya belum siap dihuni; dan
c. Menindaklanjuti hasil pemantauan dan evaluasi yang telah dilakukan oleh Dirjen PIPUP pada tahun 2020 serta melaporkan hasilnya kepada BPK.
Namun kenyataannya rekomendasi dari BPK ditengarai tidak ditanggapi oleh Menteri PUPR serta Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan Tim BPK terhadap laporan tindak lanjut per 31 Desember
2021 bahwa rekomendasi belum seluruhnya ditindaklanjuti dengan optimal.
Pada tahun 2021 lalu, BPK melakukan pengujian di lapangan secara uji petik atas ketepatan sasaran hunian dan hasilnya menunjukan masih terdapat kelemahan dengan kondisi sebagai berikut:
a. Indikasi penyaluran subsidi bunga kredit perumahan tidak tepat sasaran pada 1.420 debitur atau sebanyak 34,45% dari total sampel pemeriksaan Subsidi Perumahan diberikan kepada masyarakat dengan kategori MBR dengan ketentuan di antaranya debitur/nasabah wajib memanfaatkan rumah sejahtera tapak atau satuan rumah sejahtera susun sebagai tempat tinggal atau hunian (ditempati sendiri oleh debitur). Untuk menguji kesesuaian pemanfaatan rumah subsidi, Tim BPK melakukan pengujian secara uji petik terhadap 4.122 unit rumah bersubsidi, di Jawa Timur sebanyak 14 perumahan, di Jawa Tengah sebanyak tujuh perumahan, di Jawa Barat sebanyak tiga perumahan dan di Banten sebanyak enam perumahan.
Pada Pemeriksaan uji petik melibatkan Satker DJPIPUP, Bank Pelaksana terkait, dan pihak developer. Metode uji petik yaitu dengan melakukan wawancara dari pintu ke pintu (door to door) kepada debitur/penghuni rumah dengan tujuan memperoleh informasi dan gambaran perihal kesesuaian penghunian rumah subsidi tersebut. Adapun hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat permasalahan yang menunjukkan indikasi ketidaktepatan sasaran dan pemanfaatan atas rumah subsidi tersebut pada 1.420 debitur (148+117+39+493+623), dijelaskan sebagai berikut:
1) Pada empat provinsi yang dijadikan sampel pemeriksaan diketahui terdapat 148 unit rumah yang dihuni pihak lain tanpa sewa. Adapun penggunaan rumah tanpa sewa di antaranya ditempati oleh para keluarga atau saudara dari para pemilik rumah KPR subsidi.
2) Pada empat provinsi yang dijadikan sampel pemeriksaan diketahui terdapat 117 unit rumah yang dihuni pihak lain dengan sewa. Adapun atas penyewaan rumah KPR subsidi tersebut, menurut pihak bank pelaksana diketahui tanpa sepengetahuan mereka.
3) Pada empat provinsi yang dijadikan sampel pemeriksaan diketahui terdapat 39 unit rumah yang dipindahtangankan tanpa sepengetahuan dari bank pelaksana. Adapun mekanisme pemindahtanganan di antaranya dilakukan melalui mekanisme perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).
4) Pada empat provinsi yang dijadikan sampel pemeriksaan diketahui terdapat 1.116 (493+623) unit rumah yang tidak dihuni dengan kondisi yang terawat dan kondisi tidak terawat. Adapun untuk kondisi rumah yang terawat dikarenakan pemilik rumah KPR subsidi terkadang masih
datang untuk membersihkan rumah mereka, sedangkan untuk kondisi rumah yang tidak terawat dikarenakan pemilik rumah KPR subsidi tidak membersihkan rumah mereka untuk jangka waktu yang lama.
Dari 4.122 sampel sebanyak 128 unit rumah merupakan sampel LHP BPK atas Belanja Subsidi TA 2020 yang tidak dihuni. Berdasarkan pengecekan lebih lanjut atas 128 unit rumah pada pemeriksaan TA 2021 dapat dijelaskan bahwa terdapat 50 unit telah dihuni oleh debitur yang bersangkutan. Sedangkan 78 unit sisanya tidak terdapat progres dari temuan tahun sebelumnya yaitu tidak dihuni/ kosong/ tidak terawat.
Atas kondisi tersebut dapat diketahui bahwa permasalahan kelayakan, ketidaktepat sasaran dan penghunian rumah subsidi terjadi secara berulang hal ini menunjukkan belum efektifnya verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh Satker DJPIPUP maupun Bank Pelaksana.