Oleh Ir. Aminuddin Maddu, SE, S.IkomR
EFORMASI HUKUM PEMILU
Bagaimana Reformasi Hukum Pemilu dalam mencegah Praktik Money Politic berbasis Yuridis dan Etis di Indonesia?
Setelah orde baru Pemerintahan Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun beralih ke Pmerintahan baru era reformasi tahun pada 1998, harapan besarnya adalah agar pelaksanaan pemilu di era reformasi jauh lebih baik dari era sebelumnya. Namun faktanya, dalam memasuki tahun ke 26 era reformasi pelaksanaan pemilu justru tambah buruk terutama dalam hal praktik money politic. Begitu banyak kritik dan tulisan dari berbagai kalangan yang menyoroti tentang kejahatan money politic dalam pemilu, namun seakan tidak berdaya dalam mencegahnya.
Memperhatikan uraikan diatas dan kondisi yang kita dapat saksikan tentang efek kejahatan money politic di tengah kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara, menunjukkan bahwa ada yang perlu di evaluasi dan diperbaiki dalam system pemilihan Indonesia.
Penulis berpendapat perlunya segera diadakan reformasi hukum pemilu yang bertujuan untuk menghilangkan atau paling tidak dapat meminimalkan terjadinya praktik money politic dalam setiap pelaksanaan pemilu untuk mewujudkan pemilu yang bersih, bermartabat dan berkualitas.
Untuk mencegah adanya praktic money politic dalam pelaksanaan pemilu adalah dengan melakukan reformasi hukum pemilu berbasis yuridis dan etis.
1. Pendekatan Berbasis Yuridis
Pengertian yuridis adalah semua hal yang mempunyai arti hukum yang diakui secara sah oleh pemerintah yang berkuasa. Aturan ini bersifat baku dan mengikat semua orang di wilayah dimana hukum itu berlaku, sehingga jika ada yang melanggar hukum tersebut bisa dimaknai hukuman. Yuridis merupakan suatu kaidah yang dianggap hukum atau dimata hukum dibenarkan keberlakuannya, baik yang berupa peraturan perundang-undangan suatu permasalahan, maupun kebiasaan, bahkan moral yang menjadi dasar penilainnya.
Pencegahan praktik money politic berbasis yuridis adalah mencari dan memecah komponen-komponen dari suatu permasalahan untuk dikaji lebih mendalam, kemudian menghubungkan dengan hukum, kaidah hukum serta norma hukum yang berlaku sebagai pemecahan permasalahannya.
Hal ini dimaksudkan untuk membentuk pola pikir dalam pemecahan suatu permasalahan yang sesuai dengan hukum, khususnya mengenai masalah praktik money politic.
Untuk mewujudkan efektivitas penerapan hukum berbasis yuridis, perlu dibuat peraturan yang mengatur semua unsur/pihak yang terindikasi dapat terseret atau berada dalam pusaran praktik money politic.
2. Pendekatan Etis
Hukum mempunyai tujuan melindungi kepentingan umum dan meningkatkan kesejahteraan umum. “Hukum haruslah mencoba memberikan kepuasan (kefaedahan) terhadap kebutuhan masyarakat baik yang bersifat materiil maupun inmateril yang mengatur masyarakat sedemikian rupa sehingga para anggotanya dapat mengembangkan kehidupan dan penghidupannya sebesar mungkin baik yang besifat kejasmanian maupun kerohanian”
Teori etis adalah merupakan teori tujuan hukum yang dipelopori oleh Aristoteles dan Francois Genny. Dalam teory etis terdapat dua macam keadilan yaitu keadilan distributive dan keadilan komutatif. Keadilan distributive adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya, merupakan asas yang menguasai atau mengatur hubungan antara warga masyarakat dengan masyarakat sebagai suatu kesatuan.
Sementara keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan jatah kepada setiap orang sama banyaknya tanpa harus mengingat jasa-jasa perseorangan. Keadilan ini merupakan asas persamaan, dan asas ini melandasi hubungan antar warga masyarakat terutama yang bersifat perdagangan.
Pada hakikatnya, pendekatan pencegahan praktik money politic berbasis Etis sangat penting adanya, tidak kalah pentingnya dengan pendekatan berbasis Yuridis. Semua ada etikanya. Para Penyelenggara Pemilu, penegak hukum, birokrat, politisi, apalagi orang-orang kaya, sejatinya sangat malu mengambil uang haram (sogok) pemilu Rp 1.000.000, apalagi kalau hanya Rp 100.000, tentu hal demikian rakyat jelata dengan secara sukarela mengikutinya. Indonesia butuh keteladanan oleh para penyelenggara negara dan pemerintahan. Jika hal demikian dapat di terapkan, maka sesungguhnya adalah merupakan salah satu dari esensi pengamalan nilai-nilai Pancasila, terutama sila pertama, sila kedua dan sila ke lima.
Kedua pendekatan tersebut diatas dapat dikolaborasi yang dijalankan secara terpadu yang saling melengkapi untuk mencegah adanya praktik money politic dalam pelaksanaan pemilu. Tujuan utama dilakukannya reformasi hukum pemilu adalah untuk memastikan adanya regulasi hukum yang kuat dan terpercaya yang dapat menutup atau mempersempit ruang terjadinya praktik money politic.
Reformasi hukum pemilu adalah suatu keniscayaan untuk dilakukan sebagai solusi dalam pemecahan permasalahan praktik money politic yang terjadi setiap pelaksanaan pemilu.
Beberapa hal yang perlu di Reformasi sebagai perbaikan dalam Hukum Pemilu terutama untuk mencegah dan/atau menghapus praktik money politic dalam pelaksaan Pemilu sebagai berikut:
1. Dalam Undang-Undang pemilu perlu diatur secara jelas semua unsur yang dapat berpengaruh terjadinya praktik money politic dan pengenakan sanksi tegas bagi para pelanggar peraturan tersebut, baik pemberi maupun penerima uang, harta atau barang;
2. Dibuat klassifkasi besarnya sanksi tindak pidana dari semua unsur pelaku yang berhubungan dengan praktik money politic, mulai dari yang terberat yaitu pemberi suap peserta pemilu (Caleg, kandidat pemimpin pemerintahan), berikut penerima suap oleh penyelenggara pemilu, penegak hukum dan seterusnya.
3. Bagi para pemilih cukup diberikan sanksi social berupa penyebaran daftar nama-nama penerima money politic, atau pemutusan sementara layanan listrik, sesuai tingkat pelanggarannya
4. Bagi setiap Partai Politik diwajibkan melaksanakan pengkaderan dan Pendidikan politik kepada anggotanya dan simpatisannya, dengan anggaran bersumber dari APBN melalui KPU dan/atau Kemendagri;
5. Penyelenggara Pemilu KPU berkewajiban melakukan sosialisasi/ publikasi terhadap para Caleg dan kandidat pemimpin pemerintahan, baik melalui media cetak maupun elektronik yang memuat biodata serta visi-misi, gagasan pemikiran dan/atau program.
6. Pihak Penyelenggara Bawaslu aktif menghimbau warga untuk menggunakan hak pilihnya, dan menyampaikan rambu-rambu pelanggaran hukum pemilu terutama praktik money politic berserta sanksi hukumnya melaui berbagai media cetak, elektronik dan social media;
7. Melibatkan organisasi social keagamaan dalam melakukan edukasi Pendidikan politik dan sosialisasi dalam pelaksanaan Undang-Undang Pemilu. Manfaatnya dapat berdampak luas, yakni adanya keterlibatan elemen masyakat secara aktif, memberikan pencerahan dan wawasan, terjadi interkasi antar berbagai etnis dan social budaya dan menghidupkan ekonomi kerakyatan, UMKM;
8. Beberapa Pasal dalam Undang-Undang no.7 tahun 2017 perlu penjabaran dan penjelasan secara konkrit yang lebih operasional sebagai berikut:
a. Pasal 2 adalah tentang asas-asas pemilu, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Asas-asas dalam sebuah Undang-Undang merupakan ladasan utama yang mengarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang efektif dan efisien. Sehingga asas-asas pada pasal 2 diatas perlu penjelasan batasan yang kemungkinan dapat berimplikasi pelanggaran hukum.
b. Pasal 93 huruf e yang menyebutkan bahwa tugas Bawaslu adalah: mencegah terjadinya praktik politik uang.
Mengingat dampak kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh perilaku praktik money politic, maka perlu rumusan cara pencegahan yang lebih akurat dan mudah diaplikasikan. Jika perlu di uraikan dalam pasal tersendiri, sebagaimana yang di uraikan terdahulu yang dapat sejalan dengan pasal-pasal lainnya.
c. Pasal 240 ayat (1) huruf b menyebutkan bahwa syarat-syarat bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan, yang salah satunya adalah : “Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Seyogianya semua warga negara memahami makna dari kalimat “Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa” yang bermakna sama dengan sila pertama Pancasila sebagai dasar negara.
Berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu, hal tersebut dapat di jadikan sebagai salah satu syarat bakal calon anggota Legislatif (DPR dan DPRD), maka para Penyelenggara Pemilu, bukan hanya wajib memahami, tetapi juga wajib menerapkannya.
Oleh karena itu, persyaratan pasal 240 ayat (1) huruf b tersebut harus didefinisikan secara jelas dan tegas. Tentu saja batasan pengertiannya tidak sama teksnya dengan masing-masing penganut agama yang berbeda, namun tetap dalam bingkai NKRI. Hal tersebut menjadi penting untuk menentukan bakal calon Legislatif tersebut memenuhi syarat atau tidak. Dalam ajaran islam pengertian umum dari “bertakwa” adalah mengerjakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Ibadah wajib yang paling utama dan tidak boleh ditinggalkan dalam ajaran Islam adalah shalat, sehingga dalam hal tersebut diatas mudah diketahui yang memenuhi syarat atau tidak sebagai bakal calon Legislatif (DPR dan DPRD).
A. PENUTUP
Praktik money politic dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dari sudut padang manapun tidak ada paham yang membenarkan. Sadar atau tidak, praktik money politik adalah melanggar nilai-nilai Pancasila itu sendiri sebagai dasar negara, yang merupakan sumber hukum utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perbuatan money politic dalam pemilu adalah suatu pelanggaran hukum yang dapat di kategorikan sebagai kejahatan konstitusi. Bilama praktik money politic dalam pelaksanaan pemilu di biarkan berlarut-larut dapat merusak berbagai aspek tatanan kehidupan bernegara dalam penegakan hukum, moral, etika, social budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.
Sebagai implikasi dengan maraknya praktik Money Politic dalam pemilu adalah hanya Caleg atau kandidat pemimpin yang memiliki finansial kuat yang dapat bersaing dan udah terpilih dalam kontestasi pemilu, meskipun yang bersangkutan tidak layak dari segi moral dan kapasitas. Sebagai akibatnya adalah, hanya yang memiliki kekuatan uang yang dapat berkuasa dan mengatur seluruh kebijakan pemerintahan negara.
Sebagai penyebab terjadinya praktik money politic adalah masih lemahnya peraturan dan penegakan hukum, masih banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, adanya keserakahan pejabat dan tingkat moral penyelenggara dan/atau pihak terkait dengan pemilu yang masih rendah.
Sebagai solusi dari permasalahan yang di uraikan diatas adalah perlu segera dilakukan Reformasi Hukum Pemilu berbasis yuridis dan etis.
Penulis Mahasiswa Ilmu Hukum UT Dan juga Pemerhati masalah masalah sosial.
Leave a Reply