Ditanya Soal Anggaran Sumur Bor dan Lampu Jalan, Kades Bajiminasa Bantaeng Mengaku Tidak Tahu

JURNAL8.COM, BANTAENG – Transparansi dalam pengelolaan keuangan desa harus sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang pengelolaan keuangan desa, sehingga sumber dan penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan dalam pengelolaannya.

Begitu pula dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Di dalam Pasal 62, undang-undang ini secara tegas mengamanatkan agar setiap desa transparan, termasuk melalui pengumuman laporan keuangan di tempat yang mudah diakses oleh masyarakat desa.

Sebagai bentuk transparansi pengelolaan anggaran desa, ini dapat diartikan sebagai bagian dari suatu sistem pengelolaan keuangan daerah yang menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat desa, sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28F, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan UU Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 82 dan 86 tentang Desa.

Hal ini untuk memastikan transparansi pengelolaan dana desa melalui pemerintah desa harus lebih transparan, akuntabel, dan efektif. Terutama, setiap desa harus bisa unggul, mandiri, serta maju.

Pemerintah pusat sendiri sudah memiliki sistem pengawasan. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemdes PDTT) menyediakan call center 1500040 atau SMS Center di nomor 081288990040 / 087788990040 bagi masyarakat untuk melaporkan indikasi penyelewengan di setiap desa yang diduga melakukan penyimpangan.

Namun, lain halnya dengan Kepala Desa Bajiminasa, Kecamatan Gantarangkeke, Bantaeng, bernama Basir. Pasalnya, saat dirinya dikonfirmasi oleh awak media yang tergabung dalam HIJAB (Himpunan Jurnalis Bantaeng) di rumahnya di Desa Bajiminasa, Sabtu, 3 Agustus 2024 sore, Basir mengatakan dia tidak mengetahui persis anggaran desa yang ditanyakan HIJAB.

Ketua HIJAB menanyakan besaran anggaran proyek pembangunan sumur bor dan pengadaan serta pemasangan LPJU (Lampu Penerangan Jalan Umum) di desanya. Namun, Kades Basir menjawab pertanyaan wartawan tersebut dengan jawaban ‘tidak mengetahuinya.’

“Saya kurang paham dengan RAB-nya, tapi kalau sumur bor itu setiap tahun satu sumur bor kami anggarkan di desa kami. Soal anggaran, yang tahu hal tersebut adalah kepala urusan (Kaur) keuangan kami,” urai Basir.

Hal ini tentu saja membuat heran dan bingung para awak media tersebut. Meski begitu, Basir mengungkapkan bahwa setiap anggaran desanya cair, ia memajangnya dalam bentuk baliho dan telah diperiksa tim TPK (Tim Pengelola Kegiatan) serta Inspektorat Kabupaten Bantaeng.

“Setiap LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) kami sudah diperiksa TKP dan Inspektorat Bantaeng. Adapun kegiatan desa juga sudah dipasang baliho besar sebagai bentuk tanggung jawab penggunaan anggaran,” tandas Basir.

Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2024

Di tahun 2024, Dana Desa diprioritaskan untuk mendanai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Penggunaan Dana Desa diatur dan dikelola oleh desa sesuai dengan kewenangannya, dengan fokus pada percepatan pencapaian tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) Desa.

Prioritas Penggunaan Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat meliputi:

Penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan masyarakat hidup sehat, termasuk upaya pencegahan dan penurunan stunting, penanggulangan penyakit menular dan tidak menular, optimalisasi pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional, serta pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

Penguatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan desa, yang mencakup perbaikan dan konsolidasi data SDGs Desa, ketahanan pangan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta pengembangan listrik alternatif untuk desa berenergi bersih.

Pengembangan kapasitas ekonomi produktif dan kewirausahaan masyarakat desa, termasuk pendirian dan peningkatan kapasitas badan usaha milik desa.

Pengembangan seni budaya lokal melalui peningkatan kapasitas seni budaya warga desa.

Penguatan kapasitas masyarakat dalam mitigasi dan penanganan bencana alam dan non alam, termasuk kesiapsiagaan menghadapi bencana dan kejadian luar biasa.

Penggunaan Dana Desa harus dilaksanakan melalui swakelola dengan memanfaatkan sumber daya lokal desa, dengan prioritas pada pola Padat Karya Tunai Desa yang mengalokasikan paling sedikit 50% dari dana kegiatan untuk upah pekerja.

Dana Desa tidak diperbolehkan digunakan untuk pembangunan kantor kepala desa, balai desa, atau tempat ibadah, kecuali bagi desa yang berstatus Desa Mandiri. Desa Mandiri dapat menggunakan Dana Desa untuk rehabilitasi atau perbaikan ringan kantor kepala desa atau balai desa, dengan ketentuan maksimal 10% dari total pagu anggaran, berdasarkan keputusan musyawarah desa dan disertai berita acara keputusan musyawarah. (Red)

 

 

Leave a Reply