Jurnal8.com| Makassar,- Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, menegaskan bahwa kesehatan anak-anak merupakan bagian akhir dari rantai masalah yang lebih kompleks. “Masalah ekonomi, sosial, budaya, bahkan degradasi lingkungan seringkali menjadi akar dari masalah stunting. Karena itu, kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat,” ujarnya dalam sebuah acara di Jakarta.
Namun, di tengah visi besar ini, ada kenyataan pahit yang dihadapi oleh keluarga-keluarga seperti Sinta (32 tahun). Bagi mereka, upaya untuk mencapai gizi seimbang terasa sangat sulit, jika bukan mustahil. Dengan pendapatan harian hanya sekitar Rp50.000, memenuhi standar gizi yang ideal menjadi tantangan besar yang seolah tak terjangkau.
“Empat Sehat Lima Sempurna,” sebuah konsep pola makan ideal, kini hanya menjadi angan-angan bagi banyak keluarga yang kurang mampu. Kombinasi gizi yang seharusnya mencakup protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral lengkap, berubah menjadi sesuatu yang sulit diraih di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok.
“Setiap hari, saya harus menghemat uang belanja Rp50.000,” ujar Sinta dengan nada lelah. “Untuk sarapan dan makan siang, kami hanya bisa membeli empat bungkus mi instan seharga Rp14.000, tiga butir telur seharga Rp5.000, dan satu liter beras seharga Rp11.000. Itu sudah menghabiskan Rp30.000. Sisanya Rp20.000 dipakai untuk makan malam, dan kami harus tidur lebih awal agar tidak terasa lapar. Untuk makan ikan dan buah, mungkin hanya bisa sebulan sekali, jika ada uang lebih.”
Kisah Shinta mencerminkan kenyataan pahit yang dihadapi banyak keluarga di Indonesia. Bukan kurangnya pemahaman atau pola asuh yang menjadi penghalang utama dalam pencegahan stunting, tetapi keterbatasan ekonomi yang membuat mereka tak mampu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka. Ketika harga bahan makanan terus meroket, orang tua seperti Sinta harus berjuang ekstra keras hanya untuk memastikan bahwa dapur mereka tetap berasap.
Kondisi ini memerlukan perhatian lebih dari pemerintah. Kebijakan yang dirancang tidak boleh hanya terfokus pada kesehatan dan gizi semata, tetapi juga harus memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat. Program bantuan sosial harus tepat sasaran, dan kebijakan untuk menurunkan harga kebutuhan pokok menjadi langkah penting yang tidak bisa diabaikan. Tanpa itu, upaya pencegahan stunting hanya akan menjadi wacana yang sulit diwujudkan di lapangan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebanyak 25,2 juta orang. Penurunan ini terjadi dibandingkan dengan periode sebelumnya, meskipun tantangan ekonomi masih menjadi faktor utama dalam tingkat kemiskinan, terutama di wilayah pedesaan.
Penduduk miskin di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera, dengan masing-masing mencapai lebih dari 50% dan 22% dari total jumlah penduduk miskin di negara ini. Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun ada penurunan angka kemiskinan secara keseluruhan, disparitas antara daerah perkotaan dan pedesaan masih cukup signifikan, dengan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan yang lebih tinggi dibandingkan di perkotaan.
Upaya untuk mengatasi kemiskinan, khususnya yang terkait dengan masalah gizi dan kesehatan anak, perlu didukung dengan kebijakan yang lebih holistik dan tepat sasaran, termasuk memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat dan memastikan bantuan sosial mencapai mereka yang paling membutuhkan (BPS Go.id) (tirto.id).
Berikut adalah beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat terkait krisis ekonomi dan upaya pencegahan stunting:
1. Subsidi dan Bantuan Pangan Terarah
• Subsidi Harga Bahan Pokok: Pemerintah bisa memberikan subsidi langsung pada harga bahan pokok seperti beras, sayur, dan protein untuk memastikan masyarakat dengan pendapatan rendah tetap dapat memenuhi kebutuhan gizi seimbang.
• Distribusi Bantuan Pangan: Program bantuan pangan seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) perlu diperluas jangkauannya, dengan fokus pada keluarga yang berisiko mengalami stunting.
2. Penguatan Program Pengentasan Kemiskinan
• Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Pemerintah dapat memperkuat program-program pemberdayaan ekonomi lokal, seperti pelatihan keterampilan dan akses permodalan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), terutama di daerah-daerah yang rentan.
• Perluasan Lapangan Kerja: Menciptakan lebih banyak lapangan kerja dengan menggandeng sektor swasta dan meningkatkan investasi di sektor-sektor padat karya, sehingga pendapatan masyarakat bisa meningkat dan lebih stabil.
3. Program Gizi Terintegrasi
• Peningkatan Edukasi Gizi: Selain mengedukasi tentang gizi, program ini harus dilengkapi dengan dukungan nyata seperti pemberian makanan tambahan bergizi bagi balita dan ibu hamil di daerah rentan.
• Peningkatan Kualitas Layanan Posyandu: Posyandu dapat ditingkatkan fungsinya menjadi pusat layanan terpadu yang tidak hanya memantau tumbuh kembang anak, tetapi juga memberikan akses langsung ke bantuan pangan dan layanan kesehatan yang diperlukan.
4. Peningkatan Akses Air Bersih dan Sanitasi
• Investasi Infrastruktur Sanitasi: Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur sanitasi dan akses air bersih, terutama di daerah pedesaan dan terpencil, untuk mengurangi risiko penyakit yang bisa memperburuk kondisi gizi anak-anak.
• Program Kesehatan Lingkungan: Program-program yang fokus pada peningkatan kualitas lingkungan hidup perlu diperluas, termasuk penyediaan fasilitas cuci tangan di sekolah dan komunitas, serta kampanye anti buang air besar sembarangan.
5. Kerja Sama Lintas Sektor
• Kolaborasi Antar Kementerian: Pencegahan stunting dan pengentasan kemiskinan tidak bisa hanya ditangani oleh satu sektor. Kolaborasi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Pendidikan sangat diperlukan untuk membuat program yang terpadu dan menyentuh langsung akar masalah.
• Kemitraan dengan Swasta dan LSM: Pemerintah bisa menggandeng sektor swasta dan organisasi non-pemerintah untuk mendukung program-program yang berkelanjutan, seperti pembangunan infrastruktur sanitasi atau penyediaan bahan pangan bergizi dengan harga terjangkau.
6. Pemantauan dan Evaluasi
• Peningkatan Monitoring: Pemerintah harus memperkuat mekanisme pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi program-program bantuan dan pengentasan kemiskinan, untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan memberikan dampak yang signifikan.
• Feedback Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam evaluasi program, melalui survei atau forum diskusi, untuk mendapatkan masukan yang dapat memperbaiki dan menyesuaikan program sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Dengan mengimplementasikan solusi-solusi ini, pemerintah dapat lebih efektif dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda dan memastikan bahwa upaya pencegahan stunting tidak hanya menjadi sebuah program di atas kertas, tetapi benar-benar memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat. (red)
Leave a Reply