Warning: Creating default object from empty value in /home/jurnal8.com/public_html/wp-content/plugins/fourmagz-core/admin/ReduxCore/inc/class.redux_filesystem.php on line 29
“Kapal Impian dan Kopi yang Menguap” – Berita Terbaru jurnal8.com | Dunia Politik Hingga Hiburan‎
Berita Terbaru jurnal8.com | Dunia Politik Hingga Hiburan‎

“Kapal Impian dan Kopi yang Menguap”

Jurnal8.com|Suatu petang, Lahuddu nongkrong sendirian di Warkop Maddukeleng, tempat biasanya dia bercengkerama dengan teman-teman media Martabak Medan. Tapi kali ini, cuma dia dan kopi hitam yang menemani. Sambil melirik jam tangan Gammacca buatan anak muda Makassar, Lahuddu mulai bosan. Dia iseng buka WhatsApp, scroll-scroll, dan melihat status temannya, Drakula, yang lagi cari kerja.

Tanpa pikir panjang, Lahuddu langsung ngechat Drakula, “Siapa temanmu yang mau kerja, brow? Siapa tahu saya bisa bantu carikan referensi.”

Tak lama, Drakula membalas, “Ada sahabatku, Lahuddu. Kasih masuk dulu ya, dia jago naik kapal.”

Lahuddu langsung balas, “Kesini mi pade ke warkop Maddukeleng, saya tunggu sini. Bawa juga Tommi, teman ta itu.”

Sekitar sejam kemudian, Drakula datang bersama temannya, Tultar. Mereka naik motor Honda Legenda hitam, yang stiker LSNG-nya menempel di mana-mana, kayak kapal-kapalan balap. Mereka masuk, dan Lahuddu lagi sibuk nonton drama Korea.

“Apaji Lahuddu, ini ma sama teman ku,” kata Drakula sambil menarik Tultar yang kelihatan kayak rockstar nyasar.

“Ow, cepatta, Drakula. Kau balap pakai motor tanpa kopling?” Lahuddu menertawakan motornya.

Drakula hanya nyengir, “Iye, motor legend ini.”

Lahuddu kemudian menjulurkan tangan, “Saya Lahuddu, kamu siapa?”

Tultar menjawab, “Saya biasa dipanggil Tultar.”

“Waduh, nama sangar! Di mana dulu kerja?” tanya Lahuddu.

“Dulu kerja di kapal tugboat, tapi sudah setahun nganggur. Siapa tahu ada lowongan, bang,” jawab Tultar.

Lahuddu mengangguk, “Ada kok, teman saya punya kapal penyeberangan. Saya hubungi dulu ya.”

Tak lama, pelayan yang mirip Luna Maya datang. Lahuddu iseng mencolek pantatnya, yang langsung dibalas dengan cubitan gemas di pundak. “Ih, om Lahuddu nakal deh. Nanti cemburu teman saya,” kata pelayan sambil mengedipkan mata.

Sementara itu, Lahuddu telpon temannya, Tardis, pemilik kapal.

“Assalamu’alaikum, Tardis! Bagaimana kabar?”

Tardis menjawab, “Alhamdulillah, baik. Mau pinjam uang lagi ya?” Tardis langsung nyerocos.

Lahuddu tertawa, “Bukan ji, Tardis. Mau tanya, masih butuh orang di kapal ta? Teman saya, mantan ABK nih.”

Tardis menjawab, “Ada sih, seminggu ini ada anak buah yang nggak datang. Suruh datang saja ke tempat kapalnya, saya share lokasi ya.”

Lahuddu menutup telpon dan memberikan kabar baik ke Tultar, “Ada kerjaan di kapal, buruan hubungi Tardis.”

Tultar sangat senang, “Terima kasih, Bang Lahuddu! Nanti gaji pertama saya traktir ngopi tiga bulan!”

Lahuddu tersenyum lebar, “Deal!”

Seminggu kemudian, Lahuddu lagi asik ngobrol sama tante-tante di antrian JCo Mall Panakukang, tiba-tiba Tultar muncul. “Apa kabar, Bang Lahuddu?”

Lahuddu menoleh, “Wah, yang di warkop waktu itu ya? Gimana kerjaan di kapal?”

Tultar cemberut, “Nggak jadi kerja, Bang.”

Lahuddu heran, “Loh, kenapa?”

Tultar menjawab, “Tempat yang saya datangi itu ternyata cuma kapal kayu buat nyebrangin motor di Sungai Jeneberang! Lah, saya pikir kapal besar!”

Lahuddu kaget dan tertawa, “Itu namanya kapal beseng-beseng, nggak ada asuransinya!”

Tultar menggerutu, “Hilang sudah janji traktir ngopi tiga bulan…” Lahuddu hanya bisa garuk-garuk kepala sambil mikir, “Ya sudahlah, kopi yang menguap!”

Lahuddu dan Tultar akhirnya hanya bisa tertawa mengingat kejadian tersebut. Sambil duduk di warkop, Lahuddu berkata, “Yah, mungkin memang belum rezekimu di kapal besar. Tapi jangan putus asa, siapa tahu besok ada yang lebih cocok.”

Tultar mengangguk, “Iye bang, paling tidak sekarang saya tahu kalau kapal itu ada macam-macam jenisnya, dan tidak semua kapal itu besar seperti yang saya bayangkan.”

Lahuddu tertawa lagi, “Nah, yang penting pengalaman bertambah. Tapi ingat, kapan-kapan kalau saya ketemu Tardis, saya akan tanyakan, siapa tahu dia butuh kru baru buat kapal… yang lebih besar!”

Tultar tersenyum sambil mengangkat cangkir kopinya, “Setuju, Bang! Kalau sudah dapat kerjaan yang beneran, janji deh, ngopi tiga bulan tetap jalan!”

Mereka berdua pun menikmati sisa hari itu dengan kopi dan obrolan ringan, tahu bahwa hidup kadang memang penuh kejutan—dan kadang, kapal yang kita bayangkan ternyata hanya beseng-beseng. Tapi itulah hidup, di tengah tawa dan kejutan, tetap ada cerita yang bisa dikenang bersama.

( BY ICKY)