“Efektivitas Hukuman Korupsi Pupuk: Farid Mamma Paparkan Kebutuhan Reformasi”

Jurnal8.com |Karawang, 5 September 2024 – Kasus korupsi pengadaan pupuk bersubsidi yang melibatkan mantan distributor PT Abadi Tiga Saudara (ATS), Hertanto, dan mantan pejabat PT Pupuk Kujang, Teguh Hidayat Purbono, mengundang perhatian serius terkait efektivitas hukuman yang dijatuhkan. Apakah hukuman ini cukup untuk menimbulkan efek jera dan mencegah korupsi serupa di masa depan?

1. Hukuman yang Dikenakan

Dalam kasus ini, Hertanto dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun 8 bulan, denda sebesar Rp 500 juta, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 14,6 miliar. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayar, harta benda akan disita dan terpidana akan dikenakan tambahan hukuman penjara selama 2 tahun. Teguh Hidayat Purbono, mantan pejabat PT Pupuk Kujang, menerima hukuman serupa, namun rincian terkait uang pengganti masih dalam proses evaluasi.

2. Pendapat Advokat Senior

Menurut Farid Mamma, SH., MH, advokat senior dari Sulawesi Selatan, kombinasi hukuman penjara, denda, dan uang pengganti dirancang untuk memberikan efek jera. Namun, efektivitas hukuman ini sangat bergantung pada pelaksanaan dan penegakan hukum yang konsisten. “Hukuman yang berat memang penting, tetapi tanpa pelaksanaan yang tegas dan transparan, efektivitasnya bisa berkurang. Korupsi memerlukan penanganan yang menyeluruh, termasuk reformasi sistem dan pengawasan yang ketat,” ujarnya.

3. Pendapat Penegak Hukum

Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Syaifullah, menegaskan komitmennya untuk menuntaskan perkara ini dan melakukan sosialisasi pencegahan korupsi. “Hukuman harus diimbangi dengan upaya pencegahan dan edukasi. Kami percaya bahwa sanksi yang dijatuhkan dapat memberikan efek jera, tetapi kita juga harus memastikan bahwa sistem pengawasan dan pencegahan berfungsi dengan baik,” tuturnya. Syaifullah mengakui bahwa tantangan utama adalah memastikan bahwa semua langkah hukum diikuti dengan tindakan konkret.

4. Analisis

a. Kelebihan Hukuman: Hukuman yang dijatuhkan, termasuk pidana penjara, denda, dan uang pengganti, adalah langkah positif dalam penegakan hukum terhadap korupsi. Hukuman ini dapat memberikan efek jera kepada pelaku dan menunjukkan keseriusan penegak hukum dalam menangani kasus korupsi. Penambahan hukuman jika uang pengganti tidak dibayar juga merupakan langkah yang tepat untuk memastikan bahwa pelaku memenuhi kewajibannya.

b. Kekurangan Hukuman: Namun, beberapa kritik menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan mungkin tidak cukup untuk mencegah korupsi di masa depan jika tidak diikuti dengan reformasi sistemik. Hukuman penjara, meskipun berat, mungkin tidak memberikan efek jera yang diharapkan jika pelaku memiliki kemampuan finansial untuk membayar denda dan uang pengganti. Selain itu, proses pengawasan dan implementasi hukuman harus dipastikan berjalan dengan transparan dan adil.

c. Rekomendasi: Untuk meningkatkan efektivitas hukuman, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, meliputi:

  • Reformasi Sistem Pengadaan: Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan barang dan jasa.
  • Pengawasan yang Ketat: Memperkuat sistem pengawasan dan audit untuk mencegah penyimpangan.
  • Edukasi dan Sosialisasi: Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang dampak korupsi kepada masyarakat dan pejabat publik.
  • Penegakan Hukum Konsisten: Menegakkan hukum secara konsisten dan adil tanpa pandang bulu, termasuk tindakan tegas terhadap pelaku korupsi lainnya.

Menurut Farid Mamma SH., MH, Hukuman yang dijatuhkan dalam kasus ini merupakan langkah awal yang penting dalam penegakan hukum terhadap korupsi. Namun, untuk memastikan efektivitas dan mencegah kasus serupa di masa depan, diperlukan upaya sistemik yang menyeluruh. Reformasi kebijakan, pengawasan yang ketat, dan edukasi yang berkelanjutan adalah kunci untuk mengatasi korupsi secara efektif dan menciptakan sistem yang lebih transparan dan akuntabel. ( BY ICKY)

Leave a Reply