Kisah Udin: Ketika Penangkapan Berubah Menjadi Drama Hukum yang Menguras Air Mata

Jurnal8.com|Makassar, 7 September 2024 — Di lorong sempit Santaria, Kelurahan Bara-Barayya, Makassar, sebuah pesta ulang tahun berubah menjadi babak dramatis yang mengejutkan. Udin, seorang pria yang hanya berniat melerai keributan, kini terjebak dalam sebuah kisah hukum yang penuh dengan kejanggalan.

Ketegangan Malam Pesta

Malam itu, yang seharusnya penuh keceriaan, berakhir dalam kekacauan. Ayu, seorang teman dekat Udin, menjadi korban pengeroyokan oleh mantan istrinya dan keluarganya. Udin, yang tengah berusaha meredakan suasana, tiba-tiba menjadi pusat perhatian—bukan sebagai pahlawan yang melerai konflik, tetapi sebagai korban penangkapan yang misterius.

Polisi yang datang setengah jam setelah insiden bukannya menangkap pelaku utama, AN dan PT, malah membawa Udin ke kantor polisi tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Udin langsung ditahan, meninggalkan jejak tanya dan kesedihan bagi keluarga dan masyarakat sekitar.

Penderitaan Keluarga

Kabar penangkapan Udin sampai ke telinga Yani, saudari Udin yang tinggal di Kampung Beru, Desa Rappo Lemba, Kabupaten Gowa. Dengan penuh keprihatinan dan rasa ingin tahu, Yani memulai perjalanan panjang ke Polsek Makassar. Dalam tiga hari berturut-turut, mulai dari 3 September 2024, ia mengunjungi polsek dengan harapan bisa bertemu dengan adiknya.

“Ketika saya tiba di polsek, seorang polisi bertanya siapa saya. Setelah menjelaskan bahwa saya adalah kakaknya Udin, saya diizinkan untuk bertemu dengannya,” kenang Yani, suaranya bergetar penuh emosi. “Melihat Udin di balik jeruji besi, tubuhnya kurus dan wajahnya pucat, hati saya hancur. Dia merasa dikhianati oleh orang-orang terdekatnya.”

Yani menggambarkan betapa pilunya melihat perubahan drastis pada adiknya. “Kami sudah menunggu seminggu, tapi hingga hari ini kami belum menerima surat resmi tentang penahanan ini. Kami tidak tahu pasal apa yang dikenakan padanya,” tambahnya, air mata mengalir di pipi.

Suara Hukum: Sebuah Pandangan

Rahmat Saleh, SH, seorang pakar hukum yang ditemui, menjelaskan bahwa setiap proses penangkapan dan penahanan di Indonesia harus mematuhi ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Penangkapan tanpa surat perintah dan pemberitahuan kepada keluarga adalah pelanggaran prosedur. Dalam kasus seperti ini, keluarga berhak untuk mengajukan praperadilan untuk menilai keabsahan penahanan,” ungkap Rahmat dengan tegas.

Jika dalam 1 x 24 jam tidak ada bukti yang cukup, menurut Rahmat, polisi wajib membebaskan tersangka. “Penahanan tanpa dasar hukum adalah pelanggaran hak yang serius. Keluarga Udin memiliki hak untuk memperjuangkan keadilan melalui mekanisme hukum yang ada,” jelasnya.

Langkah-Langkah Selanjutnya

Keluarga Udin berencana untuk menempuh jalur hukum, termasuk mengajukan praperadilan dan melaporkan pelanggaran prosedur kepada lembaga pengawas seperti Komnas HAM atau Divisi Propam Polri. Mereka berharap agar hak-hak Udin dihormati dan keadilan dapat ditegakkan.

Epilog: Pertarungan untuk Keadilan

Kisah Udin mengingatkan kita tentang tantangan berat dalam pencarian keadilan di tengah birokrasi dan prosedur hukum yang rumit. Dengan tekad dan harapan yang tersisa, keluarga Udin terus berjuang, mencari kepastian dan kebenaran di tengah ketidakpastian yang menyelimuti mereka. ( tim)

Leave a Reply