JURNAL8 | MAKASSAR, — Ironis, PT Sri Karya Sukses (SKS), sebuah perusahaan niaga umum dan transporter, diduga memperoleh solar bersubsidi dengan membeli dari penimbun, kemudian mendistribusikannya ke tambang di Morowali.
Ketua Umum Perserikatan Journalist (Perjosi), Bung Salim, dalam keterangannya via telepon, Rabu (11/9/2024), mengungkapkan bahwa PT Sri Karya Sukses seharusnya membeli solar jenis industri, bukan solar bersubsidi. “Harga yang dijual oleh PT SKS adalah harga industri, sementara mereka menggunakan solar bersubsidi,” ujarnya.
Bung Salim juga mengungkapkan adanya bukti video yang menunjukkan proses penimbunan solar tersebut. “Kami merekam bukti video saat penimbun solar, Bombong, mengisi tangki milik PT Sri Karya Sukses dari jerigen yang kemudian dipindahkan ke dalam tangki menggunakan mesin,” jelasnya.
Ia juga menyayangkan sikap aparat penegak hukum (APH) dan Pertamina yang terkesan tutup mata terhadap kasus ini. “Pelaku penimbunan bahkan diduga dilindungi oleh oknum aparat, sehingga mereka bisa bebas menjalankan aksinya,” tambah Bung Salim.
Pelanggaran Prosedur dan Bukti Lapangan
Bung Salim bersama tim investigasi melacak jalur distribusi mulai dari SPBU, penimbun, hingga ke perusahaan niaga umum dan transporter yang mendistribusikan solar ke perusahaan tambang. Ia menyebutkan bahwa berbagai prosedur telah dilanggar, termasuk dokumen kelayakan dan Purchase Order (PO) yang hanya ditunjukkan dalam bentuk gambar di handphone sopir.
“Mulai dari warna tangki yang tidak sesuai aturan hingga PO yang tidak jelas, ini adalah bentuk pembiaran yang tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti kelangkaan solar bersubsidi di SPBU-SPBU yang disebabkan oleh praktik penjualan kepada pelansir. “Operator SPBU mendapat fee dari setiap transaksi yang dilakukan dengan pelansir,” ujarnya.
Tanggapan Pihak Terkait
Saat dihubungi, staf PT Sri Karya Sukses yang bernama Sinta, mengaku sudah menghubungi penanggung jawab wilayah Sulawesi. Namun, hingga kini, pihak SKS belum memberikan klarifikasi resmi kepada tim investigasi.
Bung Salim juga mengungkapkan bahwa ia telah mencoba menghubungi penanggung jawab wilayah Sulteng, Wis, yang mengaku sedang sakit. Sementara itu, Amar, seorang oknum di Kes Palopo, menyatakan bahwa masalah ini adalah urusan Bombong yang memiliki koneksi dengan oknum Polri dan pihak lain.
Respons Aparat Kepolisian
Polres Wajo yang diminta untuk menindaklanjuti laporan ini juga belum mengambil langkah tegas. Meskipun sudah diberikan bukti video dan foto, mereka masih beralasan bahwa penyelidikan lebih lanjut diperlukan.
“Padahal kami sudah punya bukti yang cukup untuk menindak,” kata Bung Salim. Menurutnya, Bombong mengakui bahwa dirinya hanya sebagai penyuplai bagi beberapa perusahaan niaga umum. “Keuntungan mungkin kecil, tapi ini tetap kejahatan,” tutupnya.
Menurut Fatmawati SH, perusahaan seharusnya membeli solar industri, bukan solar bersubsidi. Hal ini jelas merupakan pelanggaran hukum yang serius di Indonesia. Ada beberapa pelanggaran hukum yang mungkin dilakukan oleh perusahaan yang menjual solar bersubsidi secara ilegal:
- Pelanggaran UU Migas (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi)
- Pasal 55 menyatakan bahwa setiap orang yang menyalurkan BBM bersubsidi tanpa izin atau di luar ketentuan yang berlaku dapat dikenakan pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
- Solar bersubsidi diperuntukkan untuk kebutuhan masyarakat tertentu, seperti transportasi umum atau industri kecil. Menjual BBM bersubsidi ke perusahaan yang tidak berhak dianggap sebagai penyalahgunaan distribusi.
- Pelanggaran UU Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen)
- Jika perusahaan menyesatkan konsumen dengan membeli solar bersubsidi dan menjualnya dengan harga solar industri (non-subsidi), hal ini bisa dikategorikan sebagai penipuan yang melanggar hak konsumen.
- Pelanggaran UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)
- Apabila ada keterlibatan oknum aparat yang membantu penimbunan atau penjualan ilegal BBM bersubsidi, ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Pihak yang terlibat bisa dikenakan hukuman korupsi, baik karena kolusi maupun suap.
- Pelanggaran Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014
- Peraturan ini mengatur tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual BBM. Penyalahgunaan distribusi solar bersubsidi oleh perusahaan yang seharusnya menggunakan BBM non-subsidi merupakan pelanggaran terhadap Perpres ini.
- Tindak Pidana Penimbunan
- Jika perusahaan membeli BBM subsidi dan menimbunnya untuk dijual kembali secara ilegal, hal ini melanggar Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp50 miliar.
- Pelanggaran Administratif
- Selain sanksi pidana, perusahaan yang terlibat dalam penjualan BBM subsidi secara ilegal juga dapat dikenakan sanksi administratif, seperti pencabutan izin usaha, denda administratif, atau larangan beroperasi.
Secara keseluruhan, penjualan solar bersubsidi kepada pihak yang tidak berhak melanggar prinsip keadilan sosial. Subsidi tersebut seharusnya diberikan kepada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan, seperti industri kecil dan transportasi umum, bukan perusahaan besar atau sektor pertambangan. (@tim)