“Penyedia Jasa Gagal, PPK Diduga Terlibat, Kepala Balai Menghilang dari Konfirmasi”
Jurnal8.com| Makassar,- Jumat 4 Oktober 2024 – Proyek pembangunan tiga dermaga penyeberangan di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, kini menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan adanya rekayasa laporan progres fisik dan keuangan.
Ketiga proyek yang melibatkan dermaga di Pulau Takabonerate, Pulau Pasilambena, dan Pulau Bonerate dengan nilai total lebih dari 230 miliar rupiah tersebut, diduga terhambat oleh ketidakmampuan penyedia jasa serta adanya subkontrak pekerjaan utama yang tidak kompeten.
Dugaan Rekayasa Progres dan Keuangan Proyek yang dimulai pada Juli 2023, dan ditargetkan rampung pada Juli 2024, dilaporkan mengalami kendala serius. Pada Oktober 2024, progres fisik pengerjaan belum mencapai 100 persen jauh dari target yang seharusnya.
Dugaan kuat muncul bahwa penyedia jasa telah melakukan rekayasa progres dan keuangan, memberikan laporan palsu untuk menunjukkan perkembangan yang lebih baik dari kondisi sesungguhnya di lapangan. Penundaan pekerjaan ini diperburuk dengan pemberian perpanjangan waktu 90 hari, yang ternyata tidak menghasilkan kemajuan signifikan.
Menurut sumber yang dekat dengan proyek, penyedia jasa diduga mengalihkan sebagian pekerjaan utama kepada subkontraktor yang tidak kompeten, sehingga memperlambat proses pembangunan.
Penundaan ini dikhawatirkan akan berdampak pada kualitas infrastruktur yang berpotensi membahayakan keamanan dan keselamatan dermaga di masa depan.
PPK Diduga Terlibat dalam Permufakatan Jahat Tidak hanya penyedia jasa yang disorot, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga diduga terlibat dalam praktik permufakatan jahat untuk memuluskan jalannya proyek yang bermasalah ini.
PPK seharusnya bertanggung jawab atas pengawasan dan pelaksanaan proyek, termasuk memastikan bahwa pekerjaan berjalan sesuai dengan spesifikasi dan jadwal yang telah ditetapkan. Namun, ada indikasi bahwa PPK bekerja sama dengan penyedia jasa untuk memanipulasi laporan progres serta menutupi kegagalan proyek di mata publik.
“Kami sangat menyayangkan jika benar ada keterlibatan oknum yang hanya mencari keuntungan dari proyek ini, dan bahkan mungkin mafia proyek yang memperburuk kondisi. Ini jelas merugikan daerah dan masyarakat Kepulauan Selayar yang sangat membutuhkan fasilitas dermaga tersebut,” ujar Mustakim yang tergabung di Forjimak
Secara terpisah, Rasyid, Penggiat Anti Korupsi juga membeberkan Masalah Material Galian C Salah satu isu yang juga mencuat adalah terkait material galian C yang digunakan dalam proyek.
Sumber material untuk proyek dermaga, khususnya material galian C, diduga diperoleh dari sumber yang tidak resmi. Padahal, pengusaha galian C resmi di Kepulauan Selayar mengonfirmasi bahwa mereka tidak pernah memberikan dukungan material kepada pemenang tender.
Dugaan ini semakin menguatkan adanya praktik mafia proyek yang bermain dalam distribusi material, menambah kompleksitas dan masalah hukum dalam pengerjaan proyek.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengumumkan akan melakukan penyelidikan mendalam terkait dugaan persekongkolan dalam proses tender ketiga proyek dermaga ini. KPPU mencurigai adanya praktik kolusi antara penyedia jasa dan pihak-pihak terkait dalam memenangkan tender proyek senilai ratusan miliar rupiah tersebut.
“KPPU akan mengusut apakah ada persekongkolan atau persaingan usaha yang tidak sehat dalam proses tender ini. Ini proyek dengan nilai besar, sehingga kami perlu memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaannya,” ungkapnya
Kerugian Bagi Masyarakat Proyek dermaga penyeberangan ini memiliki peran vital dalam menunjang mobilitas masyarakat Selayar yang sangat bergantung pada transportasi laut. Keterlambatan penyelesaian proyek tidak hanya merugikan pemerintah secara finansial, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi daerah, mengingat dermaga-dermaga tersebut akan menjadi jalur utama transportasi antar pulau.
Aktivis Anti Korupsi menyuarakan kekhawatiran mereka terkait molornya pengerjaan proyek ini.
Rasyid mengharapkan agar pemerintah segera melakukan evaluasi dan tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penyimpangan ini.
Kami menuntut penyelesaian proyek yang lebih cepat dan sesuai standar agar dermaga dapat segera digunakan untuk kepentingan umum.
Solusi dan Tindakan Lanjut Pemerintah daerah dan pusat diharapkan segera melakukan audit menyeluruh terhadap proyek dermaga ini, baik dari segi keuangan maupun progres fisik di lapangan. Keterlibatan Aparat Penegak Hukum (APH) dan lembaga anti-korupsi lainnya sangat diperlukan untuk memastikan tidak ada praktik korupsi yang terlibat.
Selain itu, kami meminta Aparat Penegak Hukum (APH) dan lembaga pengawas seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus segera turun tangan untuk memeriksa kemungkinan adanya penyelewengan dana proyek.
Jika terbukti ada kecurangan, pihak-pihak yang terlibat dalam rekayasa proyek, termasuk penyedia jasa dan PPK, harus dijatuhi sanksi tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Tindakan ini akan memberikan efek jera dan memastikan bahwa proyek-proyek pemerintah ke depan terlaksana dengan lebih transparan dan akuntabel.
Dengan adanya sorotan publik yang semakin meningkat, kasus ini akan menjadi ujian bagi integritas pemerintah daerah dan pusat dalam menyelesaikan proyek vital yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Direktur Pukat,Farid Mamma SH., MH membeberkan beberapa dugaan pelanggaran regulasi yang dapat diidentifikasi dari kasus dugaan rekayasa proyek pembangunan dermaga di Kabupaten Kepulauan Selayar:
1. Pelanggaran Kontrak dan Jadwal Pekerjaan
Pelanggaran terhadap Ketentuan Kontrak: Penyedia jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dalam kontrak, di mana pekerjaan seharusnya sudah mencapai progres tertentu pada waktu yang telah disepakati. Keterlambatan ini menunjukkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan kontrak yang bisa berujung pada sanksi.
2. Rekayasa Laporan Progres Fisik dan Keuangan
Manipulasi Data dan Informasi: Penyedia jasa diduga melakukan rekayasa pada laporan progres fisik dan keuangan, yang merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek pemerintah. Ini bisa melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
3. Subkontrak tanpa Persetujuan yang Diperlukan
Penyerahan Pekerjaan kepada Subkontraktor: Jika penyedia jasa mengalihkan pekerjaan utama kepada subkontraktor tanpa melalui proses yang benar dan tanpa persetujuan dari pihak yang berwenang, ini melanggar regulasi tentang pengadaan barang dan jasa yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
4. Pelanggaran dalam Pengadaan Material
Penggunaan Material dari Sumber Tidak Resmi: Dugaan bahwa material galian C diperoleh dari sumber yang tidak resmi melanggar regulasi tentang pemanfaatan dan distribusi material konstruksi, serta dapat melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
5. Permufakatan Jahat
Keterlibatan PPK dalam Permufakatan Jahat: Jika terbukti bahwa PPK terlibat dalam praktik kolusi untuk menguntungkan penyedia jasa, ini merupakan pelanggaran serius terhadap kode etik dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan dan penggunaan anggaran negara.
6. Tidak Mengikuti Prosedur Pengawasan dan Pelaporan
Kurangnya Pengawasan dan Tindakan Korektif: Kegagalan untuk melakukan pengawasan yang memadai terhadap progres proyek dan tidak mengambil tindakan korektif yang diperlukan juga merupakan pelanggaran terhadap regulasi yang mengatur pengelolaan proyek pemerintah, termasuk Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
7. Pelanggaran terhadap Kebijakan Keterbukaan Anggaran
Tidak Transparan dalam Penggunaan Anggaran: Jika tidak ada laporan yang jelas dan transparan tentang penggunaan anggaran proyek kepada publik, ini bertentangan dengan prinsip keterbukaan anggaran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
8. Risiko bagi Kesehatan dan Keselamatan Umum
Tidak Mematuhi Standar Kualitas dan Keselamatan: Pekerjaan yang tidak selesai tepat waktu dan tidak sesuai dengan spesifikasi dapat mengakibatkan risiko bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat, melanggar regulasi terkait keselamatan konstruksi dan perlindungan masyarakat.
Pelanggaran-pelanggaran ini dapat berakibat pada sanksi administratif, pemutusan kontrak, hingga tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat. Penegakan hukum yang tegas dalam kasus ini diharapkan dapat memperbaiki praktik pengadaan proyek pemerintah di masa depan.
Namun yang lebih mencengangkan, Kepala Balai Pengelolaan Transportasi Darat Wilayah XIX Sulawesi Selatan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek ini tidak dapat dihubungi untuk dimintai keterangan. Usaha wartawan untuk mengonfirmasi kebenaran informasi mengenai keterlibatan mereka dalam dugaan kolusi dan permufakatan jahat telah menemui jalan buntu.
(@tim)