Jurnal8com|Sungguminasa, 24 Oktober 2024 – Di sepanjang tanggul penahan banjir Sungai Jeneberang, deretan bangunan semi permanen berdiri kokoh di jalur alternatif Pasar Sentral Sungguminasa. Meski menjadi solusi ekonomi bagi warga, pembangunan lapak-lapak ini ternyata berada di lahan yang merupakan aset Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang Sulsel.
Menurut aturan yang berlaku, pembangunan di sepanjang tanggul penahan banjir Sungai Jeneberang dilarang keras. Hal ini mengingat pentingnya menjaga fungsi tanggul agar tidak terganggu oleh aktivitas bangunan. Hingga saat ini, pihak Balai Pompengan belum pernah mengeluarkan izin untuk pembangunan lapak-lapak tersebut.
Warga Membiayai Sendiri, Namun Berisiko?
Meski tidak memiliki izin resmi dari pihak berwenang, warga tetap membangun lapak dengan biaya sendiri. Mereka merasa aman setelah mendapatkan izin dari Sekda Gowa, yang disebutkan memberikan kelonggaran untuk pemanfaatan lahan yang dulunya adalah tempat pembuangan sampah. “Kami membangun dengan izin Sekda, bukan dari Balai Pompengan,” jelas pemilik warung.
Namun, dengan status lahan sebagai aset negara, pembangunan ini berpotensi menghadapi masalah di kemudian hari. Tanpa izin resmi dari pihak Balai Pompengan, keberadaan bangunan semi permanen tersebut bisa dianggap melanggar aturan.
Tantangan ke Depan
Keberadaan lapak-lapak ini memang memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi warga sekitar, namun tanpa landasan hukum yang kuat, masa depan mereka mungkin berada di ujung tanduk. Jika pihak Balai Pompengan memutuskan untuk melakukan penertiban, warga bisa kehilangan sumber penghasilan yang telah mereka bangun.
Pembangunan Lapak di Tanggul Penahan Banjir, PESONA Soroti Dugaan Pelanggaran
Ketua Peduli Ekosistem dan Sumber Daya Alam Indonesia (PESONA), Ismail, mengkritik keras keberadaan bangunan lapak di atas tanggul penahan banjir yang semakin marak. Menurutnya, selain melanggar aturan, keberadaan bangunan tersebut berpotensi mengganggu fungsi utama tanggul yang dirancang untuk melindungi daerah dari banjir.
“Ini sangat disayangkan. Tanggul penahan banjir memiliki fungsi vital, namun warga justru mendirikan lapak di atasnya. Lebih parah lagi, kemungkinan besar bangunan-bangunan ini tidak memiliki izin resmi,” ujar Ismail dalam keterangannya, Kamis (24/10).
Ismail juga mengungkapkan bahwa di sepanjang tanggul sudah dipasang pengumuman yang jelas menyatakan larangan memanfaatkan lahan tanggul untuk kepentingan pribadi atau komersial. “Sudah jelas, ada papan larangan di setiap area tanggul yang melarang pembangunan di sepanjang tanggul penahan banjir, bahkan dengan sanksi. Tapi nyatanya, warga tetap saja mendirikan bangunan di sana,” ungkapnya.
Dugaan Keterlibatan Oknum
Lebih lanjut, Ismail menduga adanya keterlibatan oknum yang memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan pribadi. “Tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak yang ikut bermain, mendapatkan keuntungan dari bangunan yang melanggar ini. Jika benar ada oknum yang terlibat, ini adalah bentuk pelanggaran yang serius,” tegasnya.
Pembangunan di area tanggul tidak hanya melanggar aturan tata ruang, tetapi juga mengancam keselamatan warga. Struktur tanggul yang terganggu dapat melemahkan fungsi penahan banjirnya, sehingga memperbesar risiko bencana banjir di masa mendatang.
Tuntutan Penindakan Tegas
PESONA mendesak instansi terkait, seperti Balai Pompengan dan Satpol PP, untuk segera melakukan penertiban dan memastikan bahwa tanggul kembali berfungsi dengan baik tanpa gangguan dari bangunan liar. “Ini bukan hanya soal aturan, tapi soal keselamatan banyak orang. Kami minta pihak berwenang segera turun tangan, menindak tegas bangunan-bangunan ini, dan mencegah adanya korban di kemudian hari,” kata Ismail.
Aktivis lingkungan itu juga mengimbau warga untuk lebih memahami pentingnya menjaga infrastruktur publik demi kebaikan bersama. “Warga harus lebih peduli dan sadar bahwa tindakan mereka bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Kita perlu kerja sama untuk melindungi lingkungan dan infrastruktur vital ini,” tutup Ismail.
(@tim)
—
Leave a Reply