Siapa Bisa Kontrol Penggunaan Media Sosial?

“Peran Kementerian dan Tantangan dalam Mengatasi Penyebaran Hoaks”.

Jurnal8.com | Pagi yang cerah, aku mendatangi Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa, yang terletak di Jalan Tumanurung, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Setibanya di kantor, terlihat beberapa guru sedang duduk di ruang tunggu, berbincang tentang kegiatan sekolah mereka. Aku tidak langsung ke ruang tunggu, tetapi mendatangi layanan informasi, di mana setiap tamu diwajibkan mengisi administrasi layanan secara online.

Setelah menunggu kurang lebih 30 menit, akhirnya salah satu staf dinas menghampiriku dan mempersilakan masuk ke ruangan Kepala Dinas Pendidikan Gowa. Dalam percakapan singkat tentang pergantian Menteri Pendidikan dan kebijakan programnya, Kepala Dinas Pendidikan, Taufiq Musrad, S.T., beralih membahas masalah media sosial.

Penggunaan Media Sosial dan Tanggung Jawab

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa menyampaikan bahwa penggunaan media sosial telah menjadi fenomena global yang melibatkan miliaran pengguna dari berbagai kalangan. Dengan berkembangnya platform digital ini, tantangan terkait penyebaran informasi palsu atau hoaks semakin besar.

Ia pun mengajukan pertanyaan penting: siapa yang bertanggung jawab untuk mengontrol penggunaan media sosial? Apakah kementerian, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), mampu mendeteksi dan menindak tegas penyebaran hoaks? Bahkan, apakah mereka bisa melakukan “lockdown” terhadap platform yang terlibat?

Kewenangan dan Peran Kementerian Kominfo

Kementerian Kominfo memiliki peran sentral dalam mengawasi dunia digital di Indonesia, termasuk media sosial. Mereka berfungsi sebagai regulator yang menetapkan aturan terkait konten yang boleh beredar di internet. Dalam upayanya memerangi hoaks, Kominfo bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti platform media sosial, kepolisian, dan lembaga lainnya. Mereka memiliki wewenang untuk memblokir situs atau akun yang terlibat dalam penyebaran informasi palsu.

Namun, kemampuan Kominfo untuk mengontrol secara langsung seluruh konten yang beredar di media sosial cukup terbatas. Media sosial adalah platform global yang beroperasi di banyak negara, sehingga pendekatan yang hanya mengandalkan kementerian lokal sering kali menghadapi kendala. Meskipun Kominfo dapat mendeteksi konten yang mengandung hoaks melalui berbagai alat pemantauan, menghapus atau memblokir konten tersebut memerlukan proses yang tidak selalu instan.

Mendeteksi dan Menindak Penyebaran Hoaks

Untuk mendeteksi penyebaran hoaks, Kominfo menggunakan teknologi pemantauan, termasuk kecerdasan buatan (AI) dan big data, yang dapat mengidentifikasi pola penyebaran informasi palsu. Selain itu, mereka bekerja sama dengan platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter untuk mempercepat proses pelaporan dan penghapusan konten berbahaya.

Namun, proses ini memiliki tantangan tersendiri. Banyak informasi palsu menyebar dengan cepat sebelum sempat terdeteksi. Pengguna yang menyebarkan hoaks sering kali menggunakan akun palsu atau mengandalkan algoritma media sosial yang memperkuat jangkauan konten mereka.

Bisakah Media Sosial Dilakukan “Lockdown”?

Terkait pertanyaan apakah kementerian bisa melakukan “lockdown” terhadap media sosial yang menyebarkan hoaks, jawabannya lebih kompleks. “Lockdown” atau penutupan total terhadap platform media sosial besar seperti Facebook atau Instagram tidak mudah dilakukan. Dampaknya tidak hanya terhadap pengguna di Indonesia, tetapi juga terhadap hubungan internasional dan hak kebebasan berpendapat. Biasanya, tindakan yang lebih sering diambil adalah pemblokiran akun atau konten spesifik yang dianggap melanggar peraturan.

Penutupan total suatu platform dapat berpotensi menghambat akses terhadap informasi yang sah dan bermanfaat, termasuk komunikasi dan bisnis. Oleh karena itu, langkah yang diambil lebih sering bersifat spesifik dan terfokus pada konten atau akun tertentu, daripada menutup keseluruhan platform.

Tanggung Jawab Bersama

Pada akhirnya, mengontrol penggunaan media sosial dan mencegah penyebaran hoaks tidak bisa sepenuhnya diserahkan pada pemerintah atau kementerian tertentu. Ini adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, penyedia platform media sosial, dan pengguna itu sendiri. Pengguna harus lebih cerdas dalam menyaring informasi, sementara platform perlu bertindak cepat dalam menanggapi laporan terkait hoaks. Kementerian Kominfo, di sisi lain, harus terus memperkuat kerja sama lintas sektor untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan terpercaya.

Kesimpulannya, meskipun kementerian memiliki peran penting, upaya memerangi penyebaran hoaks membutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di ekosistem digital.( @Icky)

Leave a Reply