JURNAL8.COM| JAKARTA – Kasus suap yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo, telah mengguncang kepercayaan publik terhadap sistem peradilan Indonesia.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, ketiga hakim tersebut terjerat dalam skandal suap senilai Rp 20,05 miliar, termasuk sejumlah uang Dolar AS yang dicatat dengan label “Untuk Kasasi.”
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, memastikan bahwa semua barang bukti yang disita akan didalami dan diverifikasi untuk memastikan akuntabilitas dalam penegakan hukum. Tindakan tegas ini diharapkan dapat memberikan efek jera serta mendorong reformasi di tubuh peradilan.
Praktisi hukum Farid Mamma SH., MH, mengungkapkan bahwa situasi ini merupakan peringatan serius tentang integritas sistem peradilan. “Ketika hakim yang seharusnya menjadi perwakilan keadilan terlibat dalam praktik korupsi, kepercayaan publik akan hilang,” katanya kepada awak media . Jumat 25 Oktober 2024
Farid menyoroti kasus Irnawanty A.S Warneng, SE, seorang konsultan asal Gowa, yang dijatuhi hukuman satu tahun meskipun tidak ada bukti kuat.
“Majelis hakim mengabaikan pledoi dan bukti yang diajukan, menunjukkan kurangnya pertimbangan dalam keputusan mereka,” ungkapnya.
Sebagai respons atas kekecewaannya terhadap sistem peradilan, Kuasa Hukum telah melaporkan hakim kepada Ketua Komisi Yudisial RI melalui surat pengaduan bernomor C-030/LP/ADV.LFM/X/2024.
“Penangkapan tiga hakim di Surabaya adalah bukti nyata bahwa terjadi transaksi jual beli keadilan,” tegas Farid.
Ia menekankan perlunya reformasi mendalam dalam sistem peradilan Indonesia untuk memulihkan kepercayaan publik. “Hanya dengan reformasi yang serius, kita dapat mengembalikan integritas dan keadilan di lembaga peradilan,” tambahnya. (@icky)