Jurnal8.com|Kutai Timur – Kelompok Tani Swadaya Makmur, yang telah dikukuhkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kutai Timur pada tahun 2019 berdasarkan sertifikat Nomor: 250/114/Distan/I/2019, kembali menggarap lahan pertanian di Kelurahan Teluk Lingga, Kecamatan Sangatta Utara. Langkah ini dilakukan dalam rangka mendukung program unggulan Presiden Prabowo terkait Ketahanan Pangan Nasional.
Namun, Kelompok Tani Swadaya Makmur merasa resah karena lahan yang diperuntukkan sebagai area pertanian tersebut kini diterbitkan beberapa sertifikat atas nama pihak yang bukan anggota kelompok.
Salah seorang anggota Kelompok Tani Swadaya Makmur, yang enggan disebutkan namanya, menyatakan keheranannya.
“Saya dan teman-teman Kelompok Tani Swadaya Makmur sudah lama menggarap lahan pertanian di Kelurahan Teluk Lingga. Namun, tiba-tiba muncul beberapa sertifikat atas nama orang lain,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa lahan tersebut seharusnya diperuntukkan sebagai lahan pertanian, bukan untuk kavling.
“Anehnya, pemilik sertifikat itu bukan petani dan tidak pernah menggarap lahan di Desa Teluk Lingga. Hal ini membuat kami merasa keberatan,” ujarnya.
Menyikapi persoalan tersebut, Penasehat Hukum Kelompok Tani Swadaya Makmur, Hadi Soetrisno, S.H., yang juga Ketua Yayasan Bantuan Hukum Mitra Indonesia Mandiri (YBH MIM), melaporkan dugaan pelanggaran ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Timur, Rabu (18/12/2024).
Dalam wawancara usai memasukkan laporan pengaduan, Hadi Soetrisno mengungkapkan bahwa laporan tersebut terkait penerbitan sertifikat lahan pertanian yang diduga cacat hukum administrasi dan melibatkan mafia tanah.
“Sertifikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Timur, dengan Nomor 157, 159, dan 161, kami duga merupakan hasil kolusi antara pejabat berwenang dengan pihak lain untuk menguasai lahan secara ilegal,” jelasnya.
Hadi menegaskan bahwa negara harus hadir melindungi lahan pertanian milik Kelompok Tani Swadaya Makmur.
“Kami berharap pemerintah, melalui institusi terkait, dapat melindungi hak para petani dari upaya penguasaan ilegal. Mafia tanah ini sangat meresahkan masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa tiga institusi negara, yaitu Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI, dan Kementerian ATR/BPN, telah berkomitmen untuk berkolaborasi dalam memberantas mafia tanah.
“Kami sudah melaporkan dugaan ini ke Kejari Kutai Timur dan mengirimkan surat pengaduan ke Kementerian ATR/BPN, Kejaksaan Agung RI, dan Kepala Kepolisian RI di Jakarta. Kami berharap sinergitas institusi-institusi ini bisa lebih proaktif dalam melakukan pengawasan,” imbuhnya.
Kelompok Tani Swadaya Makmur kini menanti langkah konkret dari pemerintah dalam menangani permasalahan ini demi menjaga ketahanan pangan dan melindungi hak-hak petani.
Laporan : Icky
—