Bendungan Desa Teluk Singkama Ambruk: Dugaan Proyek Asal Jadi, Ketua FORJIMAK Desak Aparat Usut Tuntas

Jurnal8.com|Kutai Timur – Baru sebulan setelah diresmikan, bendungan di Desa Teluk Singkama, Kecamatan Sangatta Selatan, ambruk diterjang banjir. Proyek senilai Rp 365 juta yang menggunakan dana Alokasi Dana Desa (ADD) ini memunculkan kekecewaan masyarakat, bahkan menjadi sorotan Ketua Forum Jaringan Informasi Masyarakat Anti Korupsi (FORJIMAK), Ismail, yang mencium aroma pelanggaran serius.

Menurut Ismail, pekerjaan bendungan seperti ini membutuhkan tenaga ahli karena teknis pengerjaannya sangat kompleks. Ia menilai proyek ini dikerjakan tanpa memperhitungkan debit air, kekuatan struktur, serta kualitas material yang digunakan.

“Bendungan ini membutuhkan perhitungan teknis mendalam, mulai dari debit air, metode kerja, hingga material yang teruji kualitasnya. Kades seharusnya melibatkan ahli, bukan malah membuat proyek yang terkesan asal jadi seperti ini,” tegas Ismail pada Senin (23/12/2024).

Lebih lanjut, Ismail menyoroti tindakan kepala desa yang dianggap telah melampaui kewenangan. “Pekerjaan bendungan itu berada di bawah kewenangan dinas PUPR kabupaten, provinsi, atau bahkan kementerian melalui Dirjen Sumber Daya Air. Tapi kades justru mengambil alih peran itu tanpa melibatkan instansi yang berwenang. Ini jelas diduga keras melanggar aturan,” tambahnya.

Dugaan Pelanggaran Spesifikasi Teknis dan Regulasi

Rubuhnya bendungan ini juga memunculkan dugaan kuat bahwa proyek tersebut tidak sesuai spesifikasi teknis dan melanggar Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Ismail mencurigai adanya penyimpangan dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan.

“Ini proyek dengan nilai ratusan juta, tapi kenapa dikerjakan tanpa konsultan teknis? Kami menduga pekerjaan ini tidak sesuai spesifikasi teknis, dan kepala desa sengaja mengabaikan prosedur demi kepentingan tertentu,” ujar Ismail.

Desakan Penyelidikan oleh Aparat Penegak Hukum

Ismail meminta aparat penegak hukum segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus ini. Ia juga mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana ADD.

“Bendungan yang baru selesai dibangun tapi langsung ambruk adalah bukti nyata dari buruknya perencanaan dan pengawasan. Kami meminta aparat penegak hukum untuk memeriksa siapa saja yang terlibat dalam proyek ini, termasuk mempertimbangkan kemungkinan adanya penyalahgunaan anggaran,” pungkasnya.

Peristiwa ini telah menimbulkan kekecewaan mendalam dari masyarakat Desa Teluk Singkama. Mereka berharap pembangunan infrastruktur di masa depan dilakukan dengan lebih profesional dan sesuai dengan aturan yang berlaku, demi menghindari kerugian yang sama.

Baca juga :

Baru Sebulan Dibangun, Bendungan di Desa Teluk Singkama Ambruk Diterjang Banjir

Penanganan Banjir Sungai Berdasarkan Kewenangan Masing-Masing Instansi

Penanganan banjir sungai memerlukan koordinasi lintas instansi karena melibatkan wilayah kerja yang berbeda, mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat. Berikut adalah pembagian kewenangan untuk menangani banjir sungai sesuai aturan yang berlaku:

1. Pemerintah Desa Kewenangan:
Pemerintah desa bertanggung jawab atas infrastruktur kecil yang berada di dalam desa, seperti saluran irigasi sederhana, parit, dan normalisasi sungai kecil (sungai bukan kewenangan nasional atau daerah).
Tugas:
Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai dari sampah.
Membuat sistem irigasi kecil atau tanggul sederhana dengan panduan teknis dari pemerintah daerah.

Mengajukan proposal bantuan ke pemerintah kabupaten/provinsi.

2. Pemerintah Kabupaten/Kota Kewenangan:
Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab atas sungai lokal yang berada dalam wilayah administratifnya.
Tugas:
Melakukan normalisasi sungai kabupaten.
Membangun tanggul, bendung kecil, atau pengendali banjir pada skala kabupaten.
Menyediakan dan mengelola peralatan penanganan banjir, seperti pompa air dan alat berat untuk pengerukan sungai.
Menyusun kajian hidrologi untuk sungai yang menjadi tanggung jawabnya.

3. Pemerintah Provinsi Kewenangan:
Pemerintah provinsi bertanggung jawab atas sungai lintas kabupaten/kota.
Tugas:
Mengelola dan merawat sungai-sungai besar yang melintasi lebih dari satu kabupaten/kota.
Membangun infrastruktur besar, seperti tanggul besar, waduk, dan bendung skala provinsi.
Menyediakan panduan teknis dan bantuan keuangan untuk proyek pengendalian banjir di tingkat kabupaten/kota.
Berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) terkait rencana strategis pengelolaan sungai.

4. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kewenangan:
Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air bertanggung jawab atas sungai yang memiliki fungsi strategis nasional atau lintas provinsi.
Tugas:
Mengelola sungai besar seperti Sungai Mahakam, Sungai Ciliwung, atau Sungai Kapuas.
Membangun infrastruktur besar, seperti bendungan nasional, kanal banjir, dan pintu air utama.
Melakukan studi hidrologi dan pengendalian banjir skala nasional.
Menyediakan dana pembangunan infrastruktur pengendali banjir melalui APBN.
Memberikan supervisi teknis kepada pemerintah daerah dan provinsi terkait pengelolaan sumber daya air.

5. Koordinasi dan Penanganan Bersama
Penanganan banjir yang efektif membutuhkan sinergi antarinstansi, terutama untuk proyek skala besar yang melibatkan lebih dari satu wilayah administratif.
Pusat Koordinasi:
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS): Koordinasi teknis untuk pengelolaan sungai besar dan lintas daerah.
BNPB: Penanganan tanggap darurat bencana banjir, termasuk evakuasi warga dan distribusi bantuan.
Tindakan Bersama:
Penyusunan rencana strategis pengelolaan daerah aliran sungai (DAS).
Pendanaan melalui dana desa, APBD kabupaten/kota, APBD provinsi, dan APBN.

Contoh Realisasi Penanganan

Desa: Membuat saluran drainase sederhana untuk mengurangi genangan air.

Kabupaten/Kota: Mengeruk sedimentasi sungai kecil dan membangun tanggul pengaman.

Provinsi: Membangun pintu air dan waduk untuk pengendalian banjir di sungai besar.

Pusat: Membangun bendungan besar seperti Bendungan Karian untuk pengendalian banjir nasional.

Jadi kesimpulan yang dijelaskan Forjimak

Setiap tingkat pemerintahan memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang jelas dalam penanganan banjir sungai. Kepala desa atau pemerintah daerah harus memahami batas kewenangannya untuk menghindari kesalahan teknis dan administratif. Proyek besar seperti bendungan atau tanggul besar harus melibatkan pemerintah provinsi atau pusat untuk memastikan keberlanjutan dan kualitasnya. (Laporan Icky)

Leave a Reply