Jurnal8.com | Kabupaten Takalar – Proyek pembangunan Rumah Sakit Galesong terus menuai sorotan tajam setelah berbagai kejanggalan terungkap terkait pengelolaan anggaran dan proses pembangunannya.
Aktivis anti-korupsi kini mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera memeriksa Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang diduga terlibat dalam sejumlah pelanggaran serius, termasuk penerbitan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang mencurigakan serta dugaan kolusi dengan pihak penyedia proyek.
Skandal Keterlambatan dan Denda yang Belum Dibayar
Pembangunan Rumah Sakit Galesong yang seharusnya selesai pada akhir 2022, mengalami keterlambatan hingga 50 hari. Berdasarkan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), keterlambatan ini mengakibatkan denda sebesar Rp163.443.397,34 yang belum sepenuhnya dibayarkan.
Masih ada sisa denda sebesar Rp14.504.930,60 yang belum dituntaskan oleh kontraktor. Aktivis khawatir bahwa hal ini merupakan bagian dari pola pembiaran yang terjadi dalam pengelolaan proyek.
Lebih lanjut, dari nilai kontrak sebesar Rp91,907 miliar, sudah dibayarkan 98 persen atau Rp90.069.624.400,00. Namun, publik mempertanyakan ke mana sisa pembayaran kontrak sebesar Rp1.838.155.600,00 yang belum jelas apakah akan dikembalikan ke kas daerah atau tetap diserahkan kepada kontraktor.
Dugaan Kolusi dalam Penerbitan BAST
Temuan paling mencolok dari audit BPK adalah penerbitan Berita Acara Serah Terima (BAST) oleh PPK pada 31 Maret 2023, padahal pekerjaan belum sepenuhnya selesai.
Farid Mamma SH., MH, Direktur Lembaga Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) , menyatakan bahwa langkah PPK menerbitkan BAST di tengah keterlambatan ini sangat mencurigakan. “Tindakan PPK yang tetap menerbitkan BAST meski pekerjaan belum selesai menunjukkan indikasi kuat adanya kolusi dengan penyedia proyek. Ini adalah pelanggaran serius yang harus segera diusut tuntas,” tegas Farid.
Desakan Pemeriksaan KPA dan PPK
Mustakim DS dari Forum Jaringan Informasi Masyarakat Anti Korupsi (FORJIMAK) menekankan pentingnya pemeriksaan terhadap KPA dan PPK proyek RS Galesong. “KPA dan PPK adalah pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan anggaran dan pengawasan proyek. Dugaan manipulasi dalam laporan serta ketidakjelasan terkait sisa pembayaran menunjukkan adanya pelanggaran yang tidak bisa diabaikan,” jelasnya.
Mustakim, mendesak APH untuk mengambil langkah cepat dalam mengusut kasus ini, dengan fokus pada keterlibatan KPA dan PPK. Ia menegaskan, “Pemeriksaan terhadap KPA dan PPK penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah.”
Langkah Selanjutnya: Audit dan Investigasi Mendalam
Aktivis anti-korupsi mendesak agar Inspektorat serta BPKP Sulsel segera melakukan audit menyeluruh terhadap proyek ini. Mereka juga menyerukan APH untuk memprioritaskan investigasi terhadap KPA dan PPK guna mengungkap adanya potensi manipulasi serta ketidaksesuaian dalam laporan proyek.
Tindakan ini dianggap penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran di proyek-proyek pemerintah, terutama dalam sektor kesehatan yang krusial seperti pembangunan Rumah Sakit Galesong.
Tuntutan Transparansi dari Pemerintah Daerah
Selain itu, pemerintah daerah diharapkan segera memberikan klarifikasi terkait status sisa pembayaran dan denda keterlambatan yang masih belum dituntaskan. Tanpa tindakan tegas dan transparansi, proyek RS Galesong berpotensi menjadi contoh buruk dalam tata kelola proyek pemerintah, yang pada akhirnya merugikan masyarakat.
Dengan adanya desakan publik dan aktivis anti-korupsi, semua mata kini tertuju pada langkah-langkah yang akan diambil oleh APH serta pemerintah daerah dalam menyelesaikan skandal ini. (@Tim)
Leave a Reply