Maraknya Peredaran Rokok Ilegal di Sulawesi Selatan, Dugaan Kongkalikong Petugas Bea Cukai

JURNAL8.COM| Makassar, 04/09/2024 – Aktifitas peredaran rokok tanpa pita cukai di Sulawesi Selatan semakin marak, khususnya di kabupaten-kabupaten dan kota Makassar. Dugaan adanya keterlibatan oknum petugas Bea Cukai dalam kegiatan ilegal ini pun mencuat, menimbulkan kesan adanya pembiaran terhadap peredaran rokok ilegal yang merugikan negara dari sisi penerimaan pajak cukai.

Bea Cukai seharusnya menjadi garda terdepan dalam penindakan, menangkap, dan memproses hukum pelaku peredaran rokok ilegal. Namun, ada dugaan kongkalikong antara oknum petugas dan mafia rokok ilegal, membuat upaya pemberantasan terasa tumpul. Negara mengalami kerugian yang cukup signifikan dari pajak cukai yang tidak terbayarkan, sementara peredaran rokok tanpa cukai semakin merajalela.

Menurut laporan investigasi kami, rokok merek 68, yang diproduksi secara ilegal oleh pelaku berinisial H. Haris atau H. Amrullah, masuk ke Makassar melalui pelabuhan-pelabuhan tikus di Surabaya. H. Haris, yang juga dikenal sebagai distributor besar di Bulukumba, kini telah menjadi pemain besar di Sulawesi Selatan hingga Morowali. Dalam wawancara via telepon, H. Amrullah mengakui bahwa dia merupakan pemilik rokok ilegal 68 dan bahkan menantang wartawan untuk memberitakan aktivitasnya. Pelaku bahkan diduga berlindung di balik organisasi masyarakat tertentu.

Selain H. Haris/Amrullah, H. Ishak, produsen rokok ilegal merek Oma, diketahui memiliki pabrik rokok yang berlokasi di Kabupaten Maros, tidak jauh dari kantor polisi setempat. Aktivitasnya seolah dibiarkan, meski sudah ada beberapa laporan dari masyarakat dan media.

Di Kabupaten Soppeng, seorang pengusaha rokok ilegal, Jayadi, juga diketahui memproduksi rokok bermerek Martell. Meski beberapa kali dikonfirmasi, langkah nyata dari Bea Cukai masih minim.

Bea Cukai Sulawesi telah diberitahu mengenai aktivitas ini, namun hingga saat ini, tindakan penindakan terhadap pelaku terkesan lambat. H. Amrullah, H. Ishak, dan Jayadi tetap beroperasi seolah tak tersentuh hukum.

Sanksi Hukum Tegas Bagi Pelaku Peredaran Rokok Ilegal Menurut Ismu Iskandar, Kepala Perwakilan Ombudsman Sulawesi Selatan, aktivitas peredaran rokok ilegal adalah perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Pelanggar dapat dipidana penjara 1 hingga 5 tahun, dan/atau denda 2 hingga 10 kali lipat dari cukai yang seharusnya dibayarkan.

Bea Cukai diharapkan tegas dalam menindak kasus ini dan bekerja sama dengan lembaga lain seperti Kepolisian, Satpol PP, Kejaksaan, dan Disperindag untuk memberantas peredaran rokok ilegal. Negara akan terus mengalami kerugian jika penegakan hukum tidak segera dilakukan.

Tindak Lanjut dan Pemantauan Ombudsman Sulsel menyatakan akan terus memantau upaya-upaya yang dilakukan oleh Bea Cukai dan pihak terkait untuk menuntaskan kasus ini. “Kami berharap pelaku seperti H. Amrullah, H. Ishak, dan Jayadi dapat segera ditangkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku,” pungkas Ismu Iskandar.

Modus Operandi dan Sanksi Peredaran Rokok Ilegal di Indonesia

Direktur Pukat, Faiz Mamma, SH., MH, mengungkapkan bahwa modus operandi rokok ilegal di Indonesia mencakup berbagai strategi yang bertujuan menghindari pembayaran cukai. Strategi ini termasuk:

Produksi Tanpa Izin: Banyak produsen yang memproduksi rokok tanpa izin resmi, sehingga tidak membayar cukai yang seharusnya.

Penggunaan Pita Cukai Palsu: Rokok ilegal sering menggunakan pita cukai palsu untuk mengelabui pihak berwenang.

Distribusi Melalui Jaringan Gelap: Distribusi dilakukan secara sembunyi-sembunyi melalui jaringan gelap yang sulit terdeteksi.

Penjualan Online: Penjualan rokok ilegal kini banyak dilakukan secara daring, memanfaatkan platform yang tidak terdaftar.

Peredaran rokok ilegal didorong oleh berbagai faktor, termasuk tingginya permintaan untuk rokok murah, lemahnya pengawasan di daerah terpencil, dan adanya kolusi dengan aparat penegak hukum. Faiz Mamma menekankan pentingnya Bea Cukai dan Kepolisian untuk bekerja lebih keras dalam memerangi kejahatan ini melalui pengawasan ketat, edukasi masyarakat, dan penegakan hukum yang tegas.

Pihak-pihak yang dapat dikenakan sanksi dalam kasus rokok ilegal meliputi:

Produsen Rokok Ilegal: Dapat dikenakan hukuman penjara dan denda besar sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

Distributor Rokok Ilegal: Selain pidana penjara, distributor dapat dikenakan denda dan penyitaan barang dagangan yang melanggar.

Pengecer (Toko/Warung): Pengecer yang menjual rokok tanpa pita cukai dapat dikenakan sanksi denda dan penutupan usaha.

Pembeli dalam Jumlah Besar: Meskipun tidak selalu dipidana, mereka dapat dikenakan sanksi administratif dan penyitaan barang jika terbukti melakukan pembelian rokok ilegal secara besar-besaran.

Pihak yang Menggunakan Pita Cukai Palsu: Akan menghadapi tuntutan hukum serius, termasuk hukuman penjara dan denda tinggi.

Oknum Aparat Penegak Hukum: Jika terlibat dalam peredaran rokok ilegal, mereka dapat dikenakan sanksi disipliner serta pidana sesuai peraturan.

Perusahaan yang Terlibat: Perusahaan yang terlibat dalam produksi atau distribusi rokok ilegal dapat menghadapi pencabutan izin usaha dan tindakan hukum lainnya.

Faiz Mamma menegaskan, “Dengan adanya sanksi yang jelas dan tegas, diharapkan dapat memberikan efek jera dan mengurangi praktik peredaran rokok ilegal di Indonesia. Penegakan hukum yang konsisten sangat penting untuk memastikan bahwa semua pihak mematuhi regulasi dan berkontribusi dalam melindungi pendapatan negara dari pajak cukai.”

Media dan masyarakat juga diharapkan tetap berperan aktif dalam melaporkan setiap kegiatan yang mencurigakan terkait peredaran rokok ilegal. Negara sangat dirugikan, dan penegakan hukum harus berjalan untuk menimbulkan efek jera serta mencegah berulangnya kasus serupa.
(@Tim) 

 

Leave a Reply