Proyek Rp10,13 Miliar di PIP Makassar: YBH MIM Soroti Kinerja KPA Serta PPK

Meningkatkan Kualitas Infrastruktur Pendidikan dengan Pengawasan Ketat: Sorotan YBH MIM pada Proyek Jalan Kampus Terpadu PIP Makassar

Jurnal8.com| Makassar, 16 Januari 2025 – Di tengah upaya pengembangan infrastruktur pendidikan di Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar, Yayasan Bantuan Hukum (YBH) MIM mengingatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek pembangunan Jalan Kampus Terpadu Tahap III senilai Rp10,13 miliar. Proyek ini, yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DIPA) PIP Makassar Tahun Anggaran 2024, menjadi perhatian publik, terutama terkait pengelolaan anggaran yang besar.

Pentingnya Transparansi dalam Pengelolaan Proyek

Hadi Soetrisno, Ketua YBH MIM, dengan tegas menyatakan bahwa meski proyek ini bertujuan positif untuk meningkatkan fasilitas pendidikan, pelaksanaannya harus dilaksanakan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ia mengingatkan, setiap langkah proyek harus dapat dipertanggungjawabkan untuk menghindari penyimpangan yang dapat merugikan keuangan negara.

“Kami mengapresiasi langkah pemerintah yang mendukung pembangunan infrastruktur pendidikan. Namun, dengan anggaran sebesar itu, penting untuk memastikan bahwa proyek ini dijalankan secara terbuka, tanpa ada celah penyalahgunaan dana. Kami tidak ingin ada kerugian negara yang disebabkan oleh ketidakjelasan atau ketidakberesan dalam pelaksanaannya,” ujar Hadi dengan tegas.

Tantangan Pengawasan Proyek yang Terlambat

Proyek Jalan Kampus Terpadu Tahap III yang semula dijadwalkan selesai pada tahun anggaran 2024 mengalami keterlambatan, memunculkan kekhawatiran tentang kualitas dan penyelesaiannya. YBH MIM menekankan bahwa proyek sebesar ini memerlukan pengawasan yang ketat dari berbagai pihak, termasuk konsultan pengawas dan satuan kerja yang bertugas untuk memastikan bahwa kontraktor pelaksana, CV. ANM, memenuhi spesifikasi teknis dan jadwal yang telah ditetapkan.

Hadi Soetrisno mengungkapkan bahwa keterlambatan proyek bukan hanya persoalan administratif, namun juga menyangkut kualitas pekerjaan. Ia mengingatkan bahwa pengawasan masyarakat sipil juga sangat penting dalam mencegah potensi penyimpangan yang mungkin timbul, terutama dalam penggunaan anggaran yang sangat besar.

“Apabila ada keterlambatan lebih lanjut, kami mendesak agar ada tindakan tegas, termasuk kemungkinan pemutusan kontrak dengan penyedia jasa yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal. Jangan sampai demi mengejar tenggat waktu, kualitas pekerjaan diabaikan,” tambah Hadi.

Potensi Penyimpangan dan Risiko Kerugian Negara

Pihak YBH MIM juga memperingatkan adanya potensi penyimpangan dalam pengelolaan proyek ini, mengingat besar anggaran yang terlibat. Mereka menilai proyek dengan nilai miliaran rupiah sangat rentan terhadap manipulasi data dan praktik kongkalikong, yang berpotensi merugikan negara.

Hadi Soetrisno menegaskan bahwa sesuai dengan kontrak, penerapan denda atas keterlambatan pekerjaan seharusnya menjadi pengawasan yang efektif. Denda keterlambatan sebesar 1/1000 per hari dihitung dari nilai kontrak harus diterapkan sesuai aturan. Namun, apabila proyek gagal diselesaikan meskipun sudah diperpanjang, ini akan memberikan preseden buruk terhadap pengelolaan anggaran negara di masa depan.

Langkah YBH MIM untuk Memastikan Keberlanjutan Pengawasan

Sebagai lembaga yang peduli terhadap keberlanjutan transparansi, YBH MIM berkomitmen untuk terus memantau jalannya proyek ini. Jika ditemukan indikasi pelanggaran seperti mark-up anggaran, pengurangan kualitas pekerjaan, atau manipulasi data, YBH MIM siap melaporkan kepada pihak berwenang, termasuk BPK dan KPK.

“Kami akan terus mengawasi proyek ini dari awal hingga akhir. Apabila ada indikasi penyimpangan, kami tidak akan ragu untuk melibatkan penegak hukum untuk memastikan hak-hak masyarakat dan negara terjaga,” tegas Hadi Soetrisno.

Keterbukaan Informasi sebagai Tanggung Jawab Hukum

YBH MIM juga meminta agar Direktur PIP Makassar selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk membuka akses informasi terkait proyek ini kepada publik. Menurut mereka, transparansi adalah langkah pertama untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan anggaran negara dan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.

“Sebagai pejabat yang memiliki tanggung jawab moral dan hukum, Direktur PIP harus bersedia membuka akses informasi ini kepada publik. Hanya dengan transparansi, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih baik dalam pengelolaan anggaran dan menghindari kecurigaan yang berlebihan dari masyarakat,” tambah Hadi Soetrisno.

Dugaan Keterlambatan yang Belum Terselesaikan

Hingga berita ini tayang, upaya konfirmasi kepada Direktur PIP Makassar, Capt. Rudy Susanto, M.Pd, maupun pejabat pembuat komitmen (PPK) terkait keterlambatan dan progres proyek ini belum membuahkan hasil.

Dengan demikian, pengawasan yang ketat, transparansi, dan akuntabilitas menjadi kunci dalam memastikan bahwa proyek pembangunan Jalan Kampus Terpadu Tahap III ini dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan tujuan yang diinginkan, dan bebas dari penyimpangan yang dapat merugikan negara.

Laporan: Tim Jurnal8

Leave a Reply