Penyesalan Anak Peternak Domba

TONI anak peternak domba.  Ia berumur sebelas tahun.Suatu hari ayahnya berkata, bahwa malam itu ia akan pergi. Dan ia berpesan agar Toni menjaga domba-dombanya.Dan jangan membawa domba-domba itu ke dekat hutan.

“ Lebih baik ke pegungan bukit saja” kata ayahnya. “Di hutan banyak seriga”, sambungnya

Lalu Toni menggiring domba-domba itu. Punggung bukit itu sangat permai. Dai sana Toni dapat memandang pedusunan penduduk di bawah, dan anak-anak sebayanya bermain-main bersamanya.

Tapi pada petang hari teman-temanya pada pulang.

Malam  mulai bertambah gelap dan dingin. Toni tak bisa memandang pedusunan lagi. Ia lelah dan takut.

Keluhnya,” Tak ada teman disini. Alangkah sepinya. Mereka sudah pada tidur di dalam rumah yang hangat ”.

Tapi tiba-tiba ia tertawa karena menemukan sebuah gagasan yang dapat membuat penduduk bersedia naik ke punggung bukit. Lalu ia berdiri dan berteriak;

“Tolong! Tolong! Disini ada serigala”.

Mendengar teriakan Toni penduduk dusun ke luar dari rumah mereka dan segera naik ke atas bukit. Mereka membawa tongkat besar dan kampak.

“ Mana serigala itu?” Tanya mereka kepada Toni

“ Tak ada serigala di sini”, jawab Toni.

“Saya hanya ketakutan, Saya perlu teman.

Adakah yang mau tinggal bersama saya di sini?”

Orang-orang itu sangat mendongkol hatinya. Tak ada seorang pun yang sedia menemani Toni.

Mereka pergi meninggalkan Toni sendirian kembali.

Toni duduk di atas sebuah batu. Ia kesepian kembali. Kembali Ia berteriak,

“Tolong…..! Tolong……! Ada serigala”.

Lalu ia mendengar orang-orang di sana membuka pintu rumah mereka.

Dengan obor, tongkat serta kampak di tangan, Mereka lari menuju ke bukit.

“ Mana serigala itu?” Tanya mereka

“Taka da serigala di sini”, jawab Tonii

“Adakah yang mau menemani saya di sini ? Aku perlu teman. Aku kedinginan dan ketakutan.”

Orang-orang sangat marah. “ Ia mempermainkan kita”, gerutu seseorang.

Tanpa bicara lagi mereka kembali ke dusun.

Malam berjalan sedetik demi sedetik.

Langit sangat gelapnya. Bulan tidak timbul. Dingin malam mencekam tubuh.

Sedikit demi sedikit embun dank abut pun mulai berjatuhan ke tanah.

Taka da suara orang. Kecuali burung malam dan silir angin malam yang menatapi daun-daunan dan pohon-pohonan .

Toni kini sudah sangat lelah dan sangat mengantuk. Dan bertambah takut. Tiba-tiba terdengar kegaduhan. Semua domba-domba itu mendengus:

“Eembekkk…..beeeekkkk…..bbbeeekkkk”. Mereka berlari-larian berputar-putar ketakutan.

Tatkala Toni berlari hendak menangkap salah seekor dombanya, dalam remang-remang ia melihat seekor serigala sedang menggigit seekor domba.

“Oh, tolong……tolong…..” teriak Toni. : Tolong……ada serigala di sini……tolong……” Tapi tidak ada seorang pun penduduk pedusunan itu yang mau naik ke punggung bukit.

“Toni si pendusta “, bisik mereka. “ Ia akan mengelabui kita lagi.”

Malam itu sang serigala telah menyerang tiga ekor domba Toni. Dan tatkala ayahnya pulang dan mendegar apa yang telah terjadi atas kelakuan Toni, ayahnya sangat marah.

“ Kamu adalah anak bodoh”, bentak ayahnya. “ Sekiranya kamu tidak belaku dusta, pastilah domba-domba kita tidak akan diterkam serigala”.

Toni hanya dapat meminta maaf baik kepada ayahnya atau kepada orang-orang dusun.

“Saya tidak ingin menjadi pendusta lagi, ayah….”

 

   (dok. Panji Masyarakat)

Leave a Reply