Warning: Creating default object from empty value in /home/jurnal8.com/public_html/wp-content/plugins/fourmagz-core/admin/ReduxCore/inc/class.redux_filesystem.php on line 29
Proyek Ipal Terancam Molor, Anehnya PT AK Tak Kena Sanksi Denda? – Berita Terbaru jurnal8.com | Dunia Politik Hingga Hiburan‎
Berita Terbaru jurnal8.com | Dunia Politik Hingga Hiburan‎

Proyek Ipal Terancam Molor, Anehnya PT AK Tak Kena Sanksi Denda?

Jurnal8.com | Pelanggaran yang timbul akibat cidera janji (wanprestasi) atas perjanjian/kontrak antara PA/KPA/PPK dengan penyedia barang/jasa dapat diminimalisir jika dilakukan pengendalian kontrak sejak awal dan secara berkala. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi pengenaan denda keterlambatan pekerjaan, karena pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu.

Proyek pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dipastikan tidak akan tuntas pada bulan Juni 2022. Pantauan Jurnal8.com menunjukkan bahwa proyek yang dikerjakan oleh empat kontraktor tersebut terus dipacu. Proyek tersebut terdiri dari paket C-3 yang dikerjakan oleh PT Karaga Indonusa, paket C-1 oleh PT Adhi Karya, dan paket B-1 oleh PT PP.

Kontrak awal proyek akan berakhir pada Juni 2022, namun progres fisik masih belum selesai. Beberapa titik dari paket lain masih dalam tahap pengerjaan, dan pemasangan jaringan pipa belum sepenuhnya terkoneksi.

Proyek yang dikerjakan oleh Adhi Karya memiliki jangka waktu pelaksanaan 900 hari kalender, sesuai dengan No. kontrak HK.01.02/CB29.5.2/2020/01, dengan nilai anggaran sebesar Rp173.254.300.000. Sementara itu, Proyek IPAL C-3 yang dikerjakan oleh PT Karaga berdasarkan Kode Tender 60490064 memiliki nilai anggaran sebesar Rp63.648.089.742,54.

Kondisi jalan di beberapa titik pekerjaan ditemukan dalam keadaan rusak akibat galian jaringan pipa IPAL di Losari, Kota Makassar, sementara kontrak waktu pelaksanaan pekerjaan akan segera berakhir.

Dikonfirmasi oleh Humas Adhi Karya, Edi menjelaskan bahwa proyek tersebut masih dalam proses. Untuk waktu pelaksanaan dari 900 hari kalender, ada perpanjangan hingga 966 hari kerja.

“Kebenaran waktu pelaksanaan kerja kami yang sebenarnya adalah 966 hari kerja (addendum kedua), dengan waktu pemeliharaan 365 hari kalender. Kontrak (PO) dimulai pada 10 Januari 2020,” jelas Edi melalui pesan WhatsApp pada Jumat (3/6/22).

Edi menambahkan bahwa untuk lebih jelasnya mengenai penambahan waktu atas pekerjaan tersebut, pihaknya akan mempertemukan dengan pelaksana atau konsultan, karena mereka lebih mengetahui secara teknis.

Ditemui di Procurement Projects Adhi Karya, Umar menjelaskan bahwa pada kontrak awal, Adhi Karya memiliki waktu pelaksanaan 900 hari kalender. Namun, ada tambahan addendum kedua yang menambah waktu sebesar 66 hari, sehingga total menjadi 966 hari kalender.

Terdapat juga penyesuaian desain dan pekerjaan tambahan untuk addendum ketiga, yang saat ini masih dalam proses hingga Desember 2022. “Adanya permintaan addendum disebabkan oleh pihak pemilik proyek yang meminta penambahan item pekerjaan utama, salah satunya pembuatan taman/landscape rumah pompa di samping balai kota,” ujar Umar saat ditemui di Warkop 99, Jumat (10/6/22).

Umar menambahkan bahwa penambahan waktu ini disebabkan oleh adanya item pekerjaan utama yang secara sistem diperlukan, seperti landscape taman rumah pompa yang nantinya akan digunakan masyarakat untuk jogging.

Ia juga menjelaskan bahwa progres pekerjaan sempat terhenti akibat kebijakan pandemi COVID-19, di mana pihak pemilik proyek mengeluarkan instruksi resmi untuk menghentikan semua aktivitas di lapangan, kecuali untuk staf di kantor. Oleh karena itu, keterlambatan ini tidak dikenakan denda oleh PPK karena bukan kesalahan dari Adhi Karya.

Saat awak media menanyakan mengenai keterlambatan pekerjaan yang bukan disebabkan oleh kelalaian penyedia jasa, Umar membenarkan bahwa keterlambatan tersebut bukan berasal dari pihak mereka. “Jika kelalaian dari kami, tentu kami (Adhi Karya) bisa dikenakan denda atas keterlambatan waktu tersebut,” jelasnya.

Ketika ditanya tentang capaian progres pekerjaan proyek pembangunan instalasi pengolahan air limbah ini, Umar menjelaskan bahwa di antara lima paket proyek IPAL, progres Adhi Karya adalah yang tertinggi. “Kami menargetkan bahwa bulan Juli sudah bisa terpenuhi pemancangannya. Insya Allah bisa rampung dan selesai pada Desember 2022.

Pekerjaan IPAL ini harus saling terkoneksi, dan kami akui bahwa Adhi Karya memiliki pekerjaan pemasangan pipa yang paling besar dengan galian lubang pit paling dalam, mencapai 13 meter. Untuk pekerjaan pipa ke rumah tangga, dikerjakan oleh PT Waskita dalam dua paket, sedangkan PT Karaga dan PT PP khusus untuk pengolahan limbah,” ungkapnya.

Saat ditanya mengenai informasi bahwa Adhi Karya mendapatkan perlakuan khusus terkait pemberian addendum oleh PPK tanpa dikenakan denda, Umar tersenyum tipis dan menjelaskan bahwa mereka tidak merasa dianak-emaskan.

“Karena addendum itu melalui proses serta prosedur yang harus dilengkapi dan dipenuhi. Jika dibandingkan dengan paket lain yang belum berjalan, kami tidak tahu bagaimana kelanjutan pekerjaan mereka. Jika dibiarkan seperti itu, tentu akan berdampak pada pekerjaan lain. Jangan sampai pekerjaan mereka yang belum terkoneksi menghambat proyek kami, karena proyek IPAL ini harus dikerjakan secara bersamaan,” terangnya.

Secara terpisah, seorang konsultan berinisial AR menjelaskan bahwa proyek yang tidak dapat diselesaikan sesuai kesepakatan dalam dokumen kontrak seharusnya dikenakan denda sesuai Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Pada Pasal 78 Ayat (3) disebutkan bahwa penyedia yang terlambat menyelesaikan pekerjaan akan dikenakan sanksi denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu permil) dari nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan.

“Jika penyedia jasa tidak dikenakan denda atas keterlambatan pekerjaan tersebut, tentunya berpotensi terjadi kekurangan penerimaan negara. Selain itu, keterlambatan tersebut mengakibatkan proyek belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Apalagi, masih banyak jalan aspal yang telah digali tetapi belum diperbaiki, sehingga sangat rawan terjadi kecelakaan bagi pengendara,” ujar AR pada Minggu (12/06/22).

Ia juga menambahkan bahwa jika bukan pekerjaan utama, seharusnya tidak dilakukan addendum. “Ini adalah risiko bagi penyedia jasa. Kenapa pekerjaan tidak bisa selesai? Ketika permintaan addendum disetujui, mengapa penyedia tidak dikenakan denda? Ada apa? Kenapa konsultan pengawas menyetujui permintaan penyedia jasa hingga 180 hari kerja? Ini aneh ketika permohonan addendum ketiga dikabulkan oleh PPK tanpa dikenakan denda. Hal ini perlu dipertanyakan kepada KPA dan PPK-nya, jangan sampai ada ‘cinta segitiga’ di proyek ini,” tegasnya.

Ketika ingin dikonfirmasi, PPK Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Setya Adinur, tidak dapat ditemui. Menurut salah satu sekuriti, untuk bisa bertemu, perlu ada janji terlebih dahulu atau menyurat ke kantor Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

“Beliau tidak bisa ditemui jika belum ada instruksi dari Kepala Balai Prasarana Pemukiman Wilayah,” ucapnya sambil mengambil buku tamu.

(Laporan tim)